indoshepherd
2005-11-24 18:42:11 UTC
Bersama ini saya lampirkan jawaban dan/atau komentar saya atas
sambutan Dr. Yohanes Surya yang telah di forward-kan per japri
kepada saya. Agar bisa dibaca oleh sebanyak mungkin pembaca, saya
muat tulisan ini dalam berbagai milis diskusi bebas di Internet.
Lebih bagus lagi jika bisa dimuat di-koran2 Indonesia, asalkan saya
tetap dibawah kondisi anonym.
Memenuhi permintaan Dr. Yohannes Surya dibagian akhir dari e-mailnya
kepada sdr. Nugoroho, saya kirimkan tulisan ini untuk dimuat diforum
tebuka
(1) vincentliong <http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/>;
(2) agama_sains_moralitas
<http://groups.yahoo.com/group/agama_sains_moralitas/>;
(3) tionghoa-net <http://groups.yahoo.com/group/tionghoa-net/>;
(4) ppindia <http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/>;
(5) interdisplin <http://groups.yahoo.com/group/interdisiplin/> ;
(6) debat-alkitab <http://groups.yahoo.com/group/apakabar/>.
(7) evolusi <http://groups.yahoo.com/group/evolusi/>
(8) apakabar <http://groups.yahoo.com/group/apakabar/>
(9) fisika-indonesia <http://groups.yahoo.com/group/fisika-
indonesia/>
Beberapa dari antara forum2 debat ini (#7-#9) adalah forum yang
tertutup, artinya hanya bisa di-akses oleh anggauta.
Jadi, sekiranya Dr. Surya bermaksud membaca dan meyambuti secara
langsung diforum tersebut, ia harus lebih dulu mendaftarkan diri
menjadi anggauta.
Salam,
Indoshepherd
Liauw
percaya bahwa
berasal dari
anggap terlalu
caranya mungkin tidak
### Sebagai *scientist* sepatutnya Dr. Yohanes Surya mengerti apa
itu SCIENCE, dan sebagai pendiri + aktivis dari LSPI semestinya Dr.
Yohannes Surya juga mengerti bahwa kisah penciptaan alam semesta +
manusia yang diyakini oleh Lembaga SCIENCE Penciptaan Indonesia itu
SAMA SEKALI BUKAN SCIENCE. Jika sekiranya Dr. Yohanes Surya mengira
bahwa dongeng penciptaan seperti itu adalah sama2 SCIENCE seperti
yang pernah dipelajarinya selama pendidikannya untuk mendapatkan
gelar doktornya, maka artinya Dr. Yohanes Surya tidak mengerti
science itu apa. Dengan demikian juga ia tidak mengerti ilmu yang
dipelajarinya, atau dengan perkataan lain gelar doktornya itu sia2
belaka dan tidak sepatutnya diberikan kepadanya. Ini adalah INTI
dari perdebatan yang saya buka disini.
### Aneh sekali, sebagai orang yang mengaku ilmuwan Dr. Yohanes
Surya telah berani menyatakan didepan umum tidak percaya evolusi
tanpa mengetahui atau terlebih dulu menyelidiki baik2 apa yang
dibantahnya, yaitu teori evolusi (tak peduli mikro atau makro), yang
difitnahnya sebagai teori "manusia berasal dari monyet". TIDAK
PERNAH ada ilmuwan siapapun yang mengatakan demikian! Teori evolusi
Darwin, dan Darwin sendiri pun TIDAK PERNAH mengatakan demikian !
Paling banter orang bisa bilang, manusia dan monyet adalah saudara
sepupu. Jadi jelas Dr. Yohanes Surya hanya meng-ada2 dan me-reka2
sendiri, atau dengan perkataan lain, dengan sengaja memfitnah, suatu
perbuatan yang sangat menjijikkan buat seorang yang mengaku ilmuwan,
pengajar dan bahkan *Profesor*! Kemungkinan lainnya, Dr. Surya
benar2 salah mengerti teori evolusi, jadi ia tidak mengerti apa yang
dibantah olehnya. Kemungkinan kedua ini bahkan sangat memalukan
buat seorang yang mengaku ilmuwan, malahan otomatis men-
diskualifikasi dirinya sendiri sebagai ilmuwan, sebab artinya berani
bicara atau bahkan menilai/men-judge- sesuatu yang tidak dimengerti
olehnya, alias "he does not know what he is talking about". Yang
terakhir ini adalah benar2 TABOO buat seorang ilmuwan. Mana bisa
orang yang berani menilai/menghakimi tanpa mengerti apa yang
dinilai/dihakimi olehnya? Mana boleh orang demikian dikasi jabatan
Profesor yang berhak menilai/menghakimi prestasi mahasiswa ?
### Mengembalikan kata2 Dr. Yohanes Surya kepada dirinya
sendiri, "Saya pikir Yohanes Surya perlu mendalami dulu apa itu
teori evolusi sebelum men"judge" (menghakimi) yang bukan-bukan".
Teori evolusi ini dengan sendirinya mencakup carbon dating dan
metoda2 radiometri lainnya untuk menetapkan umur fosil, yaitu
metoda2 ilmiah yang terutama paling ditentang dan diserang oleh para
Kreasionis. Mereka mempersalahkan teori evolusi karena tidak
mengerti prinsip fisika dari teknik carbon-dating dan radiometri.
Kita lihat saja nanti, apakah Dr. Yohanes Surya mengerti teknik2
pengukuran carbon-dating dan radiometri tersebut.
### Jika benar Dr. Yohanes Surya merasa tidak cocok pandangan
dengan LSPI, kenapa ia tidak lekas2 menyatakan KELUAR dari
organisasi tersebut, dan mengumumkan tindakannya itu kepada khalayak
ramai? Sebab dampaknya luas sekali bagi dunia ilmu dan pendidikan di
Indonesia maupun Internasional, apalagi sebagai aktivis Olympiade
Fisika, dibawah asumsi bahwa Olympiade Fisika ini diorganisir oleh
ilmuwan yang benar2, bukannya gadungan, seperti misalnya para
*ilmuwan* kreasionis. Tetapi jika posisinya sebagai Profesor maupun
aktivitas Olympiade Fisikanya ternyata juga di-organisir dan
dibeayai oleh kaum kreasionis internasional, maka jelas Dr. Yohanes
Surya memang tidak ingin dan tidak bisa keluar. Saya disini hanya
melihat bukti faktanya, bahwa NAMA *Dr. Yohanes Surya* (masih)
tecantum dalam daftar anggauta/pendiri dari LSPI, dan
tidak "removed" seperti yang diakuinya. Selama namanya (masih)
berkaitan dengan organsisasi kreasionis, baik nasional maupun
internasional, selama itu pula dunia ilmu internasional akan
menganggap Dr. Yohannes Surya adalah seorang Kreasionis, satu
golongan dengan Dr. Gisch dan alm. Dr. Morris. Ataukah Dr. Yohanes
Surya memang benar2 bermaksud secara diam2 mendidik *ilmuwan2*
Indonesia (kata2 yg saya taruh diantara tanda *--* artinya
gadungan), yang di Amerika tidak mampu tumbuh sampai hari ini,
sedangkan di Eropa (tempat lahirnya SCIENCE) sama sekali tidak eksis
(non-existent)?
membangun bangsa
diberbagai propinsi, saya juga
Indonesia), membantu MDC
memberikan pelatihan-pelatihan
buku sains untuk
### Komentar Dr. Yohanes Surya ini rancu, kacau-balau, sebab
mengidentifikasikan fundamentalisme dengan agama Islam, dan
menyebut2 aktivitas yang sama sekali tidak ada sangkutannya dengan
isu fundamentalisme yang dikemukakan olehnya sendiri.
Fundamentalisme tidak harus berkaitan dengan Islam, sebab banyak
aliran2 Kristen pun juga fundamentalis. Sebaliknya, banyak aliran2
Islam yang TIDAK fundamentalis, misalnya Jaringan Islam Liberal.
Fundamentalis atau bukan, hal itu samasekali tidak ditentukan apakah
orang beragama islam atau bukan, melainkan ditetapkan dari apakah
orang percaya pada kitab suci agama yang dianutnya (tidak perduli al
Quran ataupun Injil) secara LITERALIS seperti yang ditulis dalam
kitab itu, ataukah ia menafsirkannya sebagai METAFORA (arti
kiasan). Sebagian besar sekali aliran Kristen baru di Indonesia
dewasa ini adalah fundamentalis. Juga Gereja Reform Injili-nya
Stephen Tong adalah fundamentalis, sebab aliran Calvinist yang
dianut oleh gereja tsb. adalah pecahan dari mainstream Presbyterian
yang memang resmi terkenal sebagai aliran fundamentalis. Hal ini
juga terbukti pada milis Gereja Reform Injili "Metamorph"
<http://groups.yahoo.com/group/METAMORPHE> yang sempat mem-BAN saya
dari forum diskusi, gara2 saya menafsirkan kisah Pengusiran Adam &
Eva dari Taman Eden sebagai METAFORA, bukan seperti yang ditulis
secara literalis dalam kitab Injil. Padahal saya yakin bahwa para
teolog dari gereja2 Kristen & Katolik mainstream akan sependapat
dengan saya, seperti yang ternyata dari pengalaman saya pribadi
melalui berbagai diskusi teologi dengan mereka. Maka dari itu, jika
dalam hal ini Dr. Yohannes Surya TIDAK SEPENDAPAT dengan saya, maka
DUGAAN keras saya selama ini bahwa Dr. Yohanes Surya adalah
fundamentalis (bisa disimpulkan dari fakta bahwa dia telah
menyatakan diri didepan umum sebagai seorang Kreasionis) akan serta-
merta berubah menjadi JUDGMENT.
### Adalah sungguh sangat mengherankan bahwa Dr. Yohanes Surya
mencoba menyederhanakan gejala fundamentalisme ini dengan
mengkaitkan fundamentalisme dengan agama Islam. Disini tidak jelas,
apakah maksudnya hanya untuk berkelit/mengelak dari tuduhan asosiasi
dengan fundamentalisme, ataukah benar2 ia tidak memahami apa artinya
fundamentalisme dalam agama. Jika tujuannya untuk berkelit, maka
apapun alasan, tujuan maupun latar-belakangnya, TUJUAN itu TIDAK
PATUT menghalalkan CARA. Sedangkan jika Dr. Yohanes Surya benar2
tidak tahu apa definisi fundamentalisme agama, hal itu sekali lagi
mendiskualifikasi dirinya sebagai ilmuwan.
tidak tahu ekonofisika itu apa.
terkenal (pendiri ekonofisika)
game theory) yang
(lihat kolom tiap hari selasa), dan
bukan.
Komentar Indoshepherd:
### Yang sungguh lucu disini adalah bahwa Dr. Yohannes Surya belum2
sudah berani menganggap dirinya sekaliber dengan HE Stanley. Itu
adalah anggapan yang sangat jauh berlebihan, sebab menurut penilaian
saya, Dr. Yohanes Surya sama sekali belum terbukti bisa disebut
scientist, malahan patut dinilai sebagai pseudoscientist, seperti
yang akan saya uraikan dibawah ini.
### Menurut National Academy of Sciences Amerika (badan resmi
pengemban autoritas tertinggi dalam IPTEK) maupun American Physical
Society (perkumpulan seluruh fisikawan Amerika), definisi Science
adalah "A SEARCH FOR NATURAL EXPLANATIONS OF OBSERVABLE PHENOMENA."
(baca ref. [1]). Kata *observable* (tepatnya *empirically
observable*), artinya bisa diamati oleh pancaindera, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui alat2 deteksi. Definisi ini
berdiri diatas landasan filsafat Positivisme Logis (Ernst Mach,
Niels Bohr, Einstein, Heisenberg, Bertrand Russell, i.e., scientists
yang tergabung dalam Vienna Circle). Observasi empiris ini berada
DILUAR KEMAUAN PRIBADI sang pengamat (observer), artinya tidak
tunduk pada minat/kepentingan/interest-nya. Jadi, per definisi
adalah OBJEKTIF, yaitu SAMA bagi setiap manusia. Eksistensi dunia
luar yang lepas dari kemauan kita sebagai pengamat ini menemukan
landasan filsafatnya dalam metafisika dari Immanuel Kant, dengan
argumennya yang termashur tentang *benda sebagaimana adanya* (das
Ding an Sich). Kebenarannya tidak berubah dibawah perkembangan yang
mutakhir dalam ilmu fisika (tepatnya interpretasi Copenhagen dari
quantum mechanic (QM) dan fenomena Quantum Entanglement) maupun
filsafat (tepatnya prinsip Antropika Parsipatoris, i.e., the
Parcipatory Anthropic Principle). Sedangkan perkataan "Explanation"
secara implicit mencakup LOGIKA sebagai satu2nya produk akal manusia
yang OBJEKTIF, yaitu SAMA bagi setiap manusia. Gabungan dari kedua
unsur ini, logika dan observasi empiris, yang sama2 objektif, adalah
sama bagi setiap manusia, dan dengan demikian menjamin OBJEKTIVITAS
science yang UNIVERSAL. Dengan definisi ini, maka para scientists
umumnya selalu sepakat satu sama lain: Jika suatu teori
(explanation) tidak sesuai dengan logika, ya teori itu tidak
memenuhi criteria, jadi per definisi teori itu SALAH. Juga jika
landasan (titik-tolak) maupun hasil produknya tidak sesuai dengan
KENYATAAN, yaitu observasi empiris, maka teori atau explanation itu
JUGA SALAH dan oleh karena itu tidak bisa diterima sebagai SCIENCE.
Justru berkat kebenarannya yang objektif secara universal (artinya:
sama bagi setiap manusia, dan tidak terpengaruh oleh interest
pribadi) maka para scientist pada umumnya selalu seragam dalam
penilaian/judgment, kecuali jika sampai menyangkut soal filsafat,
seperti misalnya tentang pengukuran dalam QM (interpretasi
Copenhagen). Jika ada ketidak-seragaman, biasanya karena ada
pseudoscientist yang mengacau dan ikut campur. Titik-tolak yang
supernatural, seperti misalnya teori kreasionisme, tidak memenuhi
criteria OBSERVASI EMPIRIS, jadi tidak bisa diterima sebagai
science. Juga keterangan para kreasionis tentang penciptaan alam
semesta, bumi, kehidupan dan manusia, sama sekali bertentangan
dengan LOGIKA. Jadi, baik metoda maupun subject matternya, teori
kreasionisme ini adalah teori yang SALAH KAPRAH per definisi, hingga
tidak mungkin diterima sebagai science oleh siapapun yang sungguh2
mengerti apa itu science.
### Definisi SCIENCE yang sama juga dianut oleh SEMUA institusi2
ILMIAH diAmerika (dan Eropa), misalnya NOAA (ref.[2]). Dibawah
definisi ini maka Computer Science itu BUKAN science (ref.[3a,b]),
bahkan Matematika pun BUKAN science, sekalipun kedua disiplin ilmu
itu bisa berguna. Demikian pula Ekonomi dan Teknologi Informasi itu
juga BUKAN science, sekalipun kedua displin itu menggunakan
matematika sebagai alat/tool, dan juga bisa berguna. Ekonofisika
jelas BUKAN Science, sekalipun menggunakan rumus2 dan meniru2 metode
ilmu fisika. Sama halnya dengan Quantum Game Theory : Sekalipun
menggunakan sebagian kecil sekali dari metoda QM (tapi bukannya QM
per se), Quantum Game Theory sama sekali BUKAN bagian dari quantum
theory, sebab subject matternya, yaitu *game*, TIDAK memenuhi
criteria wave-particle duality, yakni criteria utama yang membuat QM
berkaitan erat dengan realitas, yaitu subject matternya harus bisa
di-observasi secara empiris. Ini sama sekali tidak berarti bahwa
ilmu2 NON-science itu tidak ada gunanya. Ilmu ekonomi, ilmu sosial,
ilmu sejarah, ilmu matematika, ilmu computer science, IT, dan lain
sebagainya, semua bisa *berguna* ; tetapi mereka BUKAN tergolong
science. Kecuali matematika yang didasarkan atas logika yang
objektif secara universal (sama bagi setiap manusia) maka ilmu2 non-
science lainnya (termasuk apa yang namanya Fuzzy Logic) umumnya
tidak memiliki objektivitas yang universal, melainkan sepihak,
berkaitan erat dengan kepentingan pribadi (personal interest).
Artinya hanya *berguna*, *benar* dan/atau *baik* untuk sebagian
manusia, tetapi bisa jadi merugikan golongan manusia yang lain,
hingga bisa jadi dan secara sah boleh ditolak oleh pihak yang merasa
dirugikan.
### Subject matter Ekono-fisika sama sekali berada diluar domain
dari *observasi empiris*, sebab *ekonomi* adalah KONSEP yang abstrak
yang tidak bisa dipersepsi oleh pancaindera, sekalipun dibantu
dengan alat2 deteksi, melainkan se-mata2 hasil konstruksi oleh otak
manusia. Dipihak lain subject matter *Teori Kompleksitas*nya Gell-
Mann (lihat misalnya
<http://www.santafe.edu/sfi/People/mgm/complexity.html> ) kadang2 --
atau sebagian kecil-- masih berupa *observasi empiris*, sekalipun
sebagian besar terdiri dari KONSEP2 matematis yang abstrak yang
BUKAN persepsi pancaindera. Dalam hubungan ini, pakar Ekono-fisika
HE Stanley sendiri sudah terbukti kesanggupannya dalam science
dengan karya2nya dalam PEER-REVIEWED journals, lebih2 lagi Murray
Gell-Mann yang pernah memenangkan hadiah Nobel. Jadi tidak perlu
diragukan lagi, kedua orang ini betul2 memiliki kesanggupan (skill)
dalam ilmu fisika. Sekalipun barangkali ilmu yang ditekuninya tidak
termasuk science, tetapi metodanya tetap masih bisa dipertanggung-
jawabkan, hingga TIDAK TERPEROSOK masuk kedalam wilayah
PSEUDOSCIENCE. Kecuali itu, berkat kesanggupan HE Stanley dan M.
Gell-Mann, bidang2 yang mereka tekuni itu barangkali masih bisa
menghasilkan sesuatu yang berguna. Perihal AMAT PENTING-nya peer-
reviewed journal sebagai BUKTI kemampuan seorang ilmuwan, akan saya
bahas sehubungan dengan referensi [4,5,6],
### Sebaliknya, seorang yang masih INGUSAN, yaitu per definisi
BELUM PERNAH MEMBUKTIKAN KESANGGUPANNYA dengan karya2 yang dimuat
dimajalah yang peer-reviewed, boleh dipastikan cuma LATAH ME-NIRU2
para pakar, tetapi tidak (sanggup) menghasilkan apa2 yang berguna.
Maka dari itu, jika Dr. Yohanes Surya tidak ingin digolongkan dalam
kategori INGUSAN yang LATAH yang tidak sanggup menghasilkan apa2
yang berguna, harap BUKTIKAN kesanggupannya dengan mengumumkan dalam
polemik ini karyanya yang dimuat dimajalah yang peer-reviewed, yaitu
judulnya, nama majalahnya, lengkap dengan nomor dan
tanggal/bulan/tahun terbitnya. Harap DIPERHATIKAN, majalah yang
tidak peer-reviewed TIDAK MASUK HITUNGAN sebab karya yang tidak
dimuat dalam peer-reviewed journal nilainya adalah NIHIL alias WORTH
NOTHING (referensi [4]) yang saya kutip secara singkat disini: **The
importance of peer review for scientific careers is enormous: a
publication which does not appear in a journal whose contributions
are subjected to peer review, is usually considered "WORTH NOTHING''
in terms of career planning; and without peer review there is no
certified progress in science; at least this is what is emphasized
over and over again. Therefore, it is mandatory for novices as well
as for established researchers requesting positions, status,
influence and resources, to expose themselves to this evaluation
process.** Kata NOVICE diatas saya terjemahkan disini dengan kata
INGUSAN. Dalam hubungan ini posisi post-doc pun masih saya anggap
INGUSAN,. selama sang post-doc belum bisa menghasilkan karya yang
bernilai buat dimuat di peer-reviewed journals.
### Jadi, jika Dr. Yohannes Surya tidak sanggup membuktikan
karyanya yang dimuat dimajalah yg peer-reviewed, maka terpaksa saya
me-NILAI / JUDGE segala karyanya dalam Ekono-Fisika, Game Theory,
dan segala macam tetek-bengek lainnya, sebagai NONSENSE yang TIDAK
BERHARGA dan tidak ada manfaatnya. Penilaian/judgment ini
ditarik/disimpulkan atas dasar kaidah science internasional (ref.
[4,5,6], terutama ref.[4]).
### Fakta bahwa karya2 Dr. Yohanes Surya dimuat di Bursa Efek
Jakarta, Koran Investor dan lain2, itu samasekali tidak berhasil
membikin impresi apa2, sebab ekonomi Indonesia adalah hasil KKN dan
pinjaman hutang luar negeri, jadi tidak ada bukti apapun bahwa
ekonomi Indonesia berhasil. Satu2nya yang berhasil adalah *ilmu*
KKN-nya. Lebih celaka lagi, ekonomi Indonesia terbukti adalah
satu2nya yang TIDAK MAMPU bangkit kembali sesudah Krismon 1998,
sekalipun bumi Indonesia justru yang paling kaya; hal mana sekaligus
artinya ekonomi Indonesia semakin terpuruk dalam hutang LN yang
tidak terbayar untuk beberapa generasi (tetapi secara licik
pembayarannya ditimpakan kepada rakyat jelata yang tidak ikut
membuat hutang). Koran2 Indonesia sama sekali tidak bisa dipercaya,
sebab isinya cuma MEMBUAL setinggi langit, seperti dulu dalam kasus
BJ Habibie. Maka itu, Koran2 Indonesia saya DISKUALIFIKASI sebagai
standard, apalagi standard ILMIAH.
membaca banyak buku nanoteknologi
banyak kerjasama dengan lembaga-lembaga
di nano center yang saya pimpin
belajar tentang kanker.
pupuk dan beberapa instansi
karena mengembangkan ini.
hebat. Kalau kamu lihat
ini adalah orang yang nggak ngerti apa-apa tentang nanoteknologi.
Komentar Indoshepherd:
(a) PSEUDOSCIENTIST
### Tuduhan Pseudoscientist kepada Yohanes Surya lahirnya sama
sekali BUKAN dari aktivitas Olympiade Fisika, melainkan dari FAKTA
bahwa ia adalah seorang Kreasionis, bahkan mengumumkan diri sebagai
pendiri dari organisasi Kreasionis Indonesia, LSPI, yang merupakan
bagian dari organisasi Kreasionis internasional (a.l. Korea dan
USA). Di Amerika (lebih2 Eropa) kaum Kreasionis terkucil SERATUS
PERSEN dari dunia science & technology. Karya2 kaum Kreasionis
TIDAK PERNAH BARANG SATUPUN bisa masuk/dimuat dalam PEER-REVIEWED
journals, hal mana mendorong mereka akhirnya membuat badan publikasi
sendiri, bahkan membangun universitasnya sendiri. Sesungguhnya
semua ini adalah sah menurut hukum, dan tidak akan menimbulkan
persoalan, sekiranya kaum Kreasionis TIDAK MEMBUAT CLAIM, BAHWA
TEORI KREASIONISME ADALAH SCIENCE yang berbeda dan berlawananan
dengan teori evolusi, padahal teori evolusi ini telah terbukti
diakui oleh SELURUH displin ilmu pengetahuan, dari fisika melalui
geologi dan arkeologi sampai dengan biologi, sedangkan teori
Kreasionisme SAMA SEKALI tidak memenuhi kriteria sebagai science,
malahan juga bertentangan dengan SETIAP DISIPLIN science. Gara2
klaim palsu itu maka Kreasionisme dinilai sebagai PSEUDOSCIENCE, dan
para Kreasionis seperti Dr. Gisch, Dr. Morris dan Dr. Yohanes Surya
serta merta mendapatkan stempelnya sebagai PSEUDOSCIENTIST. Karena
Kreasionisme itu terbukti bertentangan dengan hukum2 alam, dan
dengan demikian bertentangan dengan SETIAP DISPLIN science &
technology, maka adalah SANGAT DIRAGUKAN bahwa seorang Kreasionis
yang kebetulan memiliki gelar sebagai scientist benar2 MENGERTI dan
MEMAHAMI science yang konon dipelajarinya. Kemungkinan besar dia
TIDAK MENGERTI atau SALAH MENGERTI, hal mana telah membuat karya2nya
tidak pernah bisa lolos PEER-REVIEW hingga bisa dimuat dimajalah2
ilmiah. Apakah Dr. Yohanes Suirya mengerti atau tidak ilmu yang
dipelajarinya, ini akan terbukti dalam PERDEBATAN TERBUKA. Oleh
karena itu, jika Dr. Yohannes Surya membantah JUDGMENT demikian, ia
harus bersedia membuktikannya melalui perdebatan TERBUKA.
### PSEUDOSCIENCE adalah: suatu disiplin yang pura2 (*pretends*
[7a,b]) menggunakan metoda2 SCIENCE, tetapi TIDAK TERMASUK SCIENCE,
sebab baik LANDASAN maupun HASIL PRODUKnya TIDAK bisa di-observasi
secara empiris (baca uraian diatas, sehubungan dengan ref.[1,2]).
Oleh karena itu pseudoscience tidak mungkin bisa menjadi landasan
buat TEKNOLOGI dan ENGINEERING, jadi juga tidak mungkin bisa
menghasilkan apa2 yang berguna secara OBJEKTIF buat umat manusia,
sebab syarat mutlaknya adalah: Subject matternya, yaitu landasan
maupun hasil produknya, secara objektif harus REAL, yaitu bisa
dipersepsi oleh PANCAINDERA. Paling banter, Kreasionisme cuma bisa
membikin claim bahwa ajarannya MEMUASKAN para pengikutnya, seperti
juga halnya dengan ajaran agama dan meditasi transendental.
Pemuasan pribadi demikian itu se-mata2 SUBJEKTIF, sebab hanya para
pengikutnya saja yang puas, tetapi orang lain samasekali tidak bisa
ikut merasakannya, bahkan seringkali ANNOYED, seperti khalayak ramai
dibilin muak oleh aktivitas para Kreasionis di Amerika yang
melanggar domain science dengan memaksakan ajarannya diajarkan
disekolah2 menengah, bahkan menuntut agar supaya teori evolusi
dilarang secara hukum. Yang terakhir ini jelas MERUGIKAN
masyarakat, sebab akibatnya anak2 sekolah dididik untuk KELIRU
MENGERTI SCIENCE. Secara ekstrimnya, kepuasan yang sepihak
(subjektif) seperti ini tidak berbeda dari ideologi agama2
fundamentalis, yang jelas2 merugikan SEMUA PIHAK, dan cuma membikin
puas para pengikutnya sendiri, itupun hanya secara subjektif
(misalnya, dalam kenyataan mereka masih tetap hidup miskin). Jadi
kesimpulannya, Kreasionisme dan PSEUDOSCIENCE, jika ditelusuri dan
didalami sampai ke-akar2nya, ternyata termasuk SATU GOLONGAN dengan
para TERORIS, yang memuaskan diri sendiri dengan cara merugikan
(bahkan membunuh) orang lain!
### Bahwa Kreasionisme itu adalah PSEUDOSCIENCE jelas bisa
diturunkan dari definisi diatas, juga bisa diungkapkan dalam bentuk
Question-Answer ala Taman-Kanak-Kanak:
QUESTION: Apa itu, yang tampaknya seperti science, kedengarannya
seperti science, lagaknya kayak science, dan juga mengaku diri-
sendiri (membual) sebagai science, tetapi BUKAN SCIENCE ???
ANSWER: PSEUDOSCIENCE !
Soal bahwa Pseudoscientist berlagak se-olah2 mengerti dan mengatas-
namakan SCIENCE, bisa disimpulkan dari kata LSPI sebagai *Lembaga
SCIENCE Penciptaan.* Judgment yang sama juga baru2 ini diumumkan
secara resmi oleh Vatican melalui Chief Astronomernya, Rev. George
Coyne : "Intelligent design isn't science even though it PRETENDS to
be." (Ref.[7a,b]). Istilah *berlagak* atau *pretend* ini dalam
bahasa Indonesia kasar sama artinya dengan LATAH BERCELOTEH atau
MENGOCEH, cuma me-niru2 doang seperti monyet.
### Maka dari itu, jika Dr. Yohanes Surya tidak ingin ikut mendapat
stempel PSEUDOSCIENTIST, ia WAJIB menyatakan diri LEPAS dari kaitan
apapun dengan kedua orang tsb. (Dr. Gisch dan Dr. Morris), jadi ia
juga wajib menyatakan diri secara resmi lepas dari LSPI dan
organisasi2 kreasionis lainnya, termasuk kaitan keuangan.
Tentang 4(b) NANOTEKNOLOGI
### Emangnya siapa yang bilang nanoteknologi itu pseudoscience?
Yang sungguh aneh adalah bahwa dalam tulisan saya jelas saya
sebutkan bahwa saya pribadi memiliki latar belakang yang CUKUP KUAT
dalam bidang Nanoteknologi, hingga salah-sangka Dr. Yohannes Surya
kiranya sudah menjurus kearah ke-FITNAH (putting your words in my
mouth). Sekalipun Nonoteknologi per definisi BUKAN science,
melainkan Teknologi, (atau Engineering), tetapi landasannya 100%
science. Secara singkat definisi nanoteknologi adalah ** the
purposeful engineering of matter at scale of less than 100
nanometers to achieve size-dependent properties and functions.**
Aplikasinya sangat luas dan beraneka ragam, mulai dari kedokteran
(medicine), biologi, sampai kepada semiconductor device &
manufacturing (nanomedicine, termasuk aplikasi dari
buckminsterfullerene, irreducibly complex molecular machines,
molecular computers, quantum dots, nano-chips, atomic force
microscopy, dsbnya).
### Saya cuplik dari ref.[8]
<http://www2.mdanderson.org/depts/oncolog/pdfs-issues/03/oncolog7-8-
03.pdf> :
*** Dr. Michael G. Rosenblum, a professor in the Department of
Bioimmunotherapy, holds a model of a buckminsterfullerene molecule,
or buckyball. Dr. Rosenblum and his colleagues are studying the use
of buckyballs, nanoparticles composed of 60 carbon atoms in the
shape of a soccer ball, to deliver chemotherapeutic drugs to cancer
cells.
*** Dr. Rosenblum is studying another type of chemotherapeutic drug
delivery system by applying nanotechnology's most famous discovery,
buckminsterfullerene, or the buckyball. A nanoparticle composed of
60 carbon atoms in the shape of a soccer ball, the buckyball earned
its discoverers, Sir Harold W. Kroto, Ph.D., of the University of
Sussex, UK, and Robert F. Curl, Jr., Ph.D., and Richard E. Smalley,
Ph.D., both of Rice University, the 1996 Nobel Prize in Chemistry.
### Kebetulan sekali saya sendiri punya beberapa karya dalam
aplikasi maupun teori dari buckminsterfullerene, hingga saya berhak
membuat claim bahwa saya mengerti apa itu Nanoteknologi (jika ada
yang meragukannya, mari kita berdiskusi secara terbuka). Dari sini
saya BERHAK menilai bahwa Nanoteknologi-nya Mochtar Riady (Sains &
Teknologi di Indonesia bagian ke-I [9a]) dan Roy Sembel (Sains &
Teknologi di Indonesia bagian ke-II [9b]) adalah se-mata2
PSEUDOSCIENCE yang LATAH dan MEMBUAL setinggi langit.
### Mem-bawa2 nama Feynman yang kontribusinya hanya TEORETIS belaka
(bukannya Feynman, melainkan penemuan carbon-60 yang telah
mencetuskan Nanoteknologi secara praktis) adalah TIPIKAL bagi para
PSEUDOSCIENTIST untuk menggertak lawan dan/atau membela diri dalam
debat, sebab mereka sendiri tidak punya karya maupun kredibilitas
ilmiah dalam bidang nanoteknologi itu sendiri, jadi cuma mau menang
debat-kusir belaka. Jelas bahwa gertak-sambal macam demikian itu
tidak mempan terhadap saya. Notabene, saat ini salah satu lawan
debat saya yang *dead-serious* yg langsung menyangkut science vs
pseudoscience antara lain adalah grup dari seorang Profesor dari
Oxford University, i.e., institusi yang sama seperti CF Lee & NF
Johnson dengan Quantum Game Theorynya. Akan tetapi, berbeda halnya
dengan Dr. Yohannes Surya yang (saya duga) tidak punya karya satupun
dalam peer-reviewed journal (jadi artinya masih termasuk ingusan),
interaksi saya dengan grup si Profesor Oxford itu justru seputar
keilmiahan publikasi2 dari grup tersebut yang SUDAH DIMUAT dalam
peer-reviewed journals (tepatnya, apakah teori dan hasil2 eksperimen
mereka bisa diterima oleh, dan dilaksanakan dalam, dunia IPTEK)
dimana saya mendapat wewenang RESMI untuk MENGHAKIMI atas nama
pemerintah Amerika (sudah tentu mereka saya beri hak demokratis
untuk membantah). Dalam perbandingan, jelas interaksi saya disini
dengan Dr. Yohannes Surya dan LSPI-nya bisa digolongkan sebagai
*peanuts* belaka.
### Kata2 Dr. Yohanes Surya, «Yang menuduh ini adalah orang yang
nggak ngerti apa-apa tentang nanoteknologi» jelas adalah PRASANGKA
(prejudice) yang keluar dari seorang yang NON-SCIENTIST, melainkan
kemungkinan besar seorang PSEUDOSCIENTIST, sebab hanya seorang
PSEUOSCIENTIST yang berani berprasangka dan menuduh demikian, tanpa
mengetahui lebih dulu hal ihwal maupun kesanggupan dari orang yang
dituduhnya. Umumnya seorang scientist selalu akan sangat hati2,
atau malah ber-asumsi, bahwa jika orang berani melancarkan kritik,
sudah barang tentu ia mengerti betul apa yang dikritiknya. Hanya
orang yang sendirinya tidak tahu apa2 sajalah yang akan buru2
menuduh bahwa sebuah kritik datangnya dari orang *yang nggak ngerti
apa-apa tentang* apa yang dikritiknya (tentu oleh sebab ia takut
rahasianya terbongkar). Darimana Dr. Yohanes Surya bolehnya
menilai/mengetahui bahwa saya «nggak ngerti apa-apa tentang
nanoteknologi » ?? Apa itu bukan prasangka namanya ? Padahal
kenyataannya BELUM TENTU Dr. Yohannes Surya lebih tahu tentang hal-
hal itu daripada saya. Bahkan saya yakin bahwa saya mengetahui
LEBIH BANYAK tentang Nanoteklnologi daripada orang yang menuduh itu
sendiri. Jika Dr. Yohanes Surya membantah, mari kita buktikan saja
dengan perdebatan terbuka, yang sebaiknya segara saya mulai saja
dibawah ini :
### Kita mulai saja perdebatan ttg nanoteknologi ini dengan
pertanyaan buat Dr. Yohannes Surya yang mengaku mengerti
Nanoteknologi, persisnya dalam hubungan aplikasi dibidang Medicine
untuk Therapi, seperti yang diakuinya sendiri. Salah satu Teknologi
yang canggih dalam aplikasi Terapi kedokteran adalah memasukkan zat2
yang berfungsi terapeutik kedalam rongga yang terbentuk oleh
makromolekul C-60 (ref.[8]).
*** Pertanyaan no.1 : Bagaimana caranya memproduksi makromolekul
Carbon-60 ? Seperti apa bentuknya dan bagaimana cara memisahkannya?
Harap uraikan sedikit detail tentang teknologinya, mekanismenya,
parameter2 yang digunakan dalam proses, dsbnya.
*** Pertanyaan no.2 : bagaimana caranya memasukkan atom atau molekul
yang diinginkan kedalam rongga C-60 ? Jelaskan secara detail
bagaimana caranya, juga bagaimana caranya mengetahui/menguji, apakah
benar2 atom yg diinginkan itu sudah berada didalamnya ?
*** Sebagai permulaan dua pertanyaan ini saja dulu. Jika ternyata
tidak sanggup dijawab, maka benarlah dugaan saya, bahwa ocehan Dr.
Yohanes Surya tentang Nanoteknologi adalah se-mata2 PSEUDOSCIENCE
yang LATAH.
*** Disini saya sekali lagi ingin berkomentar atas artikel Roy
Sembel (notabene mengaku rekan Dr. Yohanes Surya) yang telah saya
singgung dalam tulisan saya yg lalu (ref.[9b]) : Roy Sembel
mengimpi bahwa Indonesia bisa/boleh diharapkan MEMIMPIN DUNIA dalam
Nanoteknologi !! Wah, apa ini namanya, jika bukannya tekebur dan
membual setinggi langit ? Mengerti saja tidak, kok malah belum2
sudah berani mengimpi mau memimpin dunia segala ? Yang benar,
paling banter Indonesia bisa ikut menjadi KONSUMEN dari
Nanoteknologi, seperti halnya Indonesia menjadi kosumen dari
teknologi komunikasi satelit, sebagai bagian dari globalisasi
ekonomi dunia.
bidang Fisika
menggunakan
Komentar Indoshepherd:
### Ekonofisikanya HE Stanley meskipun bukan science tetapi juga
bukan pseudoscience dan masih bisa berguna (sekalipun tidak objektif
dan sangat memihak), sebab kesanggupan HE Stanley telah terbukti
dengan karya2 dalam peer-reviewed journals. Tetapi kalau
Ekonofisikanya Dr. Yohanes Surya masih harus sangat diragukan,
apakah bukannya pseudoscience, sebab tidak terbukti karyanya pernah
bisa masuk peer-reviewed journal. Sekian dulu tentang Ekonofisika,
yang nanti disambung lagi sehubungan dengan Game Theory.
### Dr. Yohanes Surya menyebut2 QUANTUM GAMES THEORY. Mari kita
analisa kata2nya bahwa "games theory sekarang sedang dikembangkan
oleh ekonofisika menjadi quantum games theory". Tidak usah jauh2
tentang "ekonofisika"nya yang kemungkinan besar hanya pseudoscience
belaka, tetapi mari kita diskusi tentang landasan yang di-claim
olehnya, yaitu Quantum Theory. Untuk tujuan itu, akan saya analisa
cuplikan dari website yang digagaskan olehnya sendiri:
### Kutipan dari ref. [10]
<http://physicsweb.org/articles/world/15/10/7>
*** So do games have anything deeper to say about physics, or vice
versa? Maybe. Most surprisingly, the connection might arise at the
most fundamental level of all: quantum physics. Let's start with
some circumstantial evidence. As well as being the father of game
theory, von Neumann also made seminal contributions to the fields of
quantum mechanics and computation. Furthermore, an experiment in
physics can arguably be viewed as a "game" against nature in which
the observer tries to maximize the informational output while nature
evolves relentlessly toward increased disorder (entropy). In short,
the common link with physics is information: games, quantum
mechanics, computation and, ultimately, physics are all concerned
with information. So what would happen if we combined quantum
mechanics with games?
Komentar Indoshepherd:
### Hakekat Pseudosciencenya sudah kentara dari penggunaan kata2
yang tidak ilmiah: "Maybe", yang bisa berarti me-reka2 sesuatu yang
tidak ada, jadi jelas BUKAN fakta, "circumstantial evidence" juga
BUKAN fakta, pun bukan evidence, bahkan dalam perkara2 pengadilan
saja sulit diakui keabsahannya. Science yang benar2 selalu bicara
dengan kepastian yang meyakinkan, tidak dengan nada yang samar2
(vague) seperti gayanya ilmu mistik dan klenik. Itu jelas bahasanya
pseudoscience yang tidak yakin akan kemampuan maupun kebenaran
dirinya sendiri. Hubungannya dengan "quantum physics/mechanics"
sangat tipis (circumstantial). Sedangkan gagasan bahwa
**eksperimen2 fisika bisa dipandang sebagai "game" (permainan)
melawan alam (nature), dimana sang pengamat (observer) berusaha
membuat maksimum pengeluaran (output) informasi, sedangkan alam
selalu berupaya kearah ketidak-teraturan (disorder), yang
dihubungkannya dengan entropy** adalah ucapan yang sangat spekulatif
dan terutama sekali menyeleweng dari akal sehat maupun realitas,
serta jelas2 bertentangan dengan definisi science menurut National
Academy of Sciences, yaitu Science adalah "A SEARCH FOR NATURAL
EXPLANATIONS OF OBSERVABLE PHENOMENA." (ref.[1,2]). Me-REDUKSI
materi menjadi sekumpulan informasi adalah bertentangan secara
langsung dengan definisi Science ini. Baik INFORMASI, GAME maupun
EKONOMI adalah konsep2 yang abstrak yang bukan termasuk EMPIRICALLY
OBERVABLE PHENOMENA, sebab tidak bisa ditanggapi oleh pancaindera
(observasi empiris), jadi per definsi BUKAN SCIENCE.
### Khusus mengenai Quantum Game Theory: Dari membaca artikel ref.
[10] diatas, jelas bahwa yang digunakan dalam Quantum Game Theory
adalah sekedar operasi2 matematis yang elementer, yang KEBETULAN
juga digunakan dalam QM, seperti misalnya Prinsip Complementary
dalam fenomena Quantum Entanglement, atau metoda matematis
menyatakan suatu besaran observable, misalnya spin, dalam komponen2
yang ortogonal (seperti dalam permainan KOIN antara Piccard dan Q),
yang notabene tidak punya analogi maupun aplikasi pada sebuah KOIN.
Semua ini adalah konsep2 atau prinsip2 matematika yang memang
digunakan sebagi TOOL dalam QM, tetapi BUKAN QM, sebab tidak ada
sangkut-pautnya dengan landasan empiris dari QM., yaitu dualisme
partikel-gelombang. Jadi yang digabungkan oleh CF Lee & NF Johnson
itu BUKAN Game Theory dengan QM, melainkan semata2 Game Theory
dengan beberapa konsep matematika yg kebetulan juga dipakai dalam QM
(tetapi bukan QM, juga bukan science, sebab tidak ada kaitannya
dengan realitas). Disini letak INTI perbedaannya: Menggunakan satu-
dua teknik/metoda dari QM TIDAK otomatis membuat Quantum Game Theory
menjadi bagian dari QM dan atau bagian dari SCIENCE, sebab yang
digunakan disitu adalah prinsip2 abstrak matematis yang SAMASEKALI
TERLEPAS dari QM, melainkan adalah merupakan kategori2 akal (human
mind categories) menurut filsafat Kant (baca juga filsafat
matematika dari Bertrand Russell). Hakekat QM sebagai science
terutama dimanifestasikan dalam DUALISME PARTIKEL-GELOMBANG (wave-
particle duality), sebab persisnya disitu itulah hubungan langsung
antara QM dengan REALITAS, yang definisinya adalah OBSERVASI
EMPIRIS: baik gelombang maupun partikel kedua2nya hasil observasi
empriris, sedangkan QM adalah HUKUM ALAM yang menguasai besaran2
observasi empriris diatas (definisi science: A search for natural
explanation (=hukum alam) of OBERVABLE phenomena (ref.[1,2]). Jelas
Quantum Game Theory tidak ada sangkut-pautnya barang sedikitpun
dengan dualisme partikel-gelombang. Dengan demikian Quantum Game
Theory jelas bukan QM, dan juga BUKAN SCIENCE. Maka konsekwensinya:
mereka yang menekuni Quantum Game Theory TIDAK PERLU dan juga BELUM
TENTU mengerti QM.
### Jika Dr. Yohanes Surya mengaku mengerti QM, mari kita berdebat
dimilis terbuka. Jika terbukti nanti dia tidak mengerti QM, maka
aktivitasnya dalam Quantum Game Theory adalah aktivitas LATAH dari
seorang Pseudoscientist, yaitu ingin tampak dan kedengaran seperti
scientist, berlagak seperti scientist, dan mengaku dirinya
scientist, tetapi sebenarnya BUKAN scientist, melainkan
PSEUDOSCIENTIST.
### Satu2nya yang bisa memaafkan para penulisnya, CF Lee dan NF
Johnson, adalah tambahan kata *arguably* yang artinya *bisa
diperdebatkan*' Tetapi jika betul2 diperdebatkan, kedua autor
tersebut pasti kalah habis2an, alias hipotesa mereka itu amburadul.
Sekalipun memang benar bahwa INFORMASI adalah SALAH SATU dari sekian
banyak ATRIBUT sebuah benda atau hasil eksperimen, adalah se-mata2
FANTASI seorang fiskawan teoritis yang KEBLINGER dan SESAT untuk
menyatakan bahwa realitas yang berupa hasil2 eksperimen itu
HAKEKATnya hanya berupa INFORMASI. Atribut memang bisa menjadi
bagian dari hakekat, tetapi hakekat tidak sama dengan atribut. Ini
adalah prinsip logika yang paling elementer: Kuda (=materi) adalah
binatang (=konsep abstrak), tetapi binatang BUKAN kuda. Tetapi
kesalahan yang paling FATAL adalah: Benda/partikel itu merupakan
observable phenomena, tetapi Informasi (=konsep abstarak) itu BUKAN
observable fenomena, jadi tidak boleh se-kali2 *informasi* itu
disamakan dengan *benda*-nya (partikelnya). Informasi memang betul
adalah bagian (atribut) dari benda, tetapi sebuah benda BUKAN bagian
dari atributnya !! Dari HALF-TRUTHs yang demikian itu juga lahirnya
gagasan fantastis science fiction tentang TELEPORTASI, dibawah
asumsi amburadul bahwa materi itu hekekatnya tidak lain adalah
sekumpulan informasi ala CF Lee + NF Johnson. *Teknik teleportasi*
yang pseudoscientific ini adalah sbb.: Sebuah kumpulan informasi
yang lengkap (yaitu quantum states) bisa diteleportasi dengan
seketika (instantaneous) ketempat lain [sic!] (antara lain dengan
menggunakan fenomena Quantum Entaglement), dimana kemudian informasi
yg lengkap itu bisa ditransformasi kembali menjadi matreri (sic!
Buat kedua kalinya!).
### Dalam pandangan seorang fiskawan yang banar2 mengerti QE,
pikiran yang menyamakan materi dengan INFORMASI seperti diatas jelas
MENGINGKARI KENYATAAN bahwa MATERINYA sama sekali tidak berkisar,
ataupun ditransport, ataupun berpindah tempat. Secara ironis, bisa
dipandang sebagai HALUSINASI bikinan diri sendiri, jadi tidak salah
jika dinilai PANDIR dan/atau TIDAK WARAS. Justru karena materinya
sejak dari mula sudah HARUS ada DUA, dan masing2 masih tetap pada
tempatnya atau lintasannya masing2, maka perkataan "teleportasi" itu
per definisi sajapun sudah salah kaprah. Jika yang menggagaskan
demikian itu adalah seorang penulis SCIENCE FICTION, hal itu bisa
dimengerti dan juga dimaafkan. Akan tetapi, bila yang mengatakan
itu mengaku ilmuwan, maka dia telah menelanjangi dirinya sendiri
sebagai seorang PSEUDOSCIENTIST. Seperti telah dikatakan diatas,
satu2nya yang bisa menyelamatkan CF Lee dan NF Johnson dari tuduhan
pseudoscientist adalah tambahan kata *arguably*. Tetapi jika
diperdebatkan mereka berdua sudah pasti akan GUGUR dengan
sendirinya. Pada umumnya para pseudoscientist INGUSAN, seperti
misalnya para Kreasionis, tidak sedemikian hati2 dalam meng-
camouflage-kan dan/atau menyelundupkan ide2 amburadulnya, hingga
dengan mudah akan terbuka kedoknya dalam diskusi yang ILMIAH. Jika
Dr. Yohannes Surya tidak setuju penilaian ini, mari kita berdebat
secara terbuka. Keterbukaan ini penting sekali, sebab sebagai
seorang yang (ingin) menduduki posisi tokoh dalam MASYARAKAT (public
figure) yang sekaligus mendiskreditkan science, Dr. Yohanes Surya
sudah sepatutnya harus berani dan bersedia membuktikan
kredibilitasnya didepan MASYARAKAT pula.
### Notabene, saling hubungan antara *informasi hasil eksperimen
yang maksimal dengan entropy yang tidak-teratur* adalah sengaja di-
bikin2 atau dipaksakan, dan terutama sekali, tidak logis melainkan
ASOSIATIF. Jadi jelas BUKAN analisa yang ilmiah (scientific), sebab
seluruh mahligai science itu BUKAN asosiatif, melainkan logis
(matematis). Kelogisan ini adalah suatu KEHARUSAN yang tidak
bisa/boleh ditawar, sebab hanya logika (matematika) yang sanggup
menghasilkan rumusan2 dan ramalan2 yang kuantitatif, seperti yang
dituntut dalam ilmu fisika. Suatu *ilmu* yang didasarkan atas
hubungan2 asosiatif tidak-bisa-lain kecuali IMPOTEN, seperti
contohnya ilmu mistik atau kepercayaan2 lainnya, juga tidak akan
sanggup menghasilkan sesuatu yang bisa diobservasi secara empiris
(jangan kata lagi meramalkan secara kuantitatif). Saling hubungan
ASOSIATIF seperti diatas menghasilkan suatu ILMU yang SAMAR2, VAGUE,
seperti juga ilmu ghaib, mistik dan ilmu klenik.
### Hubungannya dengan Ekonofisika: Dalam "Nash equilibrium" versi
Lee & Johnson (fig.2) digunakan logika dan metoda seperti yang
dipakai dalam fisika (tapi BUKAN fisika per se) untuk problim
ekonomi yg berasal dari John Nash. Metoda logika ini adalah bagian
dari kategori akal manusia (Kant) yang TELAH digunakan dalam fisika
sebagai ilmu yang paling advanced, tetapi BUKAN merupakan bagian
dari fisika sendiri. Mekanisme interaksi dalam ekonomi adalah
kompleks, bahkan (jauh) lebih kompleks dari jenis2 interaksi dalam
ilmu fisika. Bedanya, dalam fisika atom, kondisi dan hukum2
interaksinya sudah diketahui dengan jelas. Dalam ekonomi biasanya
tidak. Ada banyak (sekali) faktor dan mekanisme interaksi yang
tidak diketahui, atau cuma samar2 diketahui, alias di-reka2 dibawah
macam2 asumsi, a.l. faktor manusia dengan free-willnya, dengan
emosinya yang tidak menuruti bahkan seringkali menentang kaidah2
logika maupun objektivitas, kesediaannya untuk berkoopersi ketimbang
bersaing, serta kegemarannya buat berspekulasi demi memenangkan
persaingan (yang hasilnya bisa positif buat pribadi, tapi secara
objektif bagi rata2 semua orang tidak akan berbeda dari apa yang
diramalkan/dihitung berdasarkan teori kemungkinan (probability
theory)). Disini kita tidak bisa/boleh menyimpulkan bahwa Lee &
Johnson telah memperluas strategi Nash (bukan fisikawan, tetapi
matematikawan) dengan menggabungkan fisika atom dengan ilmu
ekonominya Nash. Paling banter kita bisa bilang, berkat skill yang
dimilikinya dalam ilmu fisika, Lee & Nelson mengetahui beberapa
teknik dalam fisika yang kemudian digunakannya dalam problem
Prisoner's Dilemmanya si Nash, dimana factor kooperasi memegang
peranan penting. Jadi, untuk berhasil menggunakan metoda2 ilmu
fisika dalam ilmu ekonomi, jenis2 interaksi dalam ekonomi HARUS di-
idealisasi seperti dalam fisika atom--, dengan konsekwensi bahwa
hasilnya tidak 100 persen bisa dipertanggung-jawabkan seperti hasil2
kalkulasi dalam ilmu fisika. Dengan perkataan lain, hasil2 teorinya
Nash, dan dengan demikian juga Ekonofisika secara umum, (jauh) lebih
tidak pasti daripada hasil2 ilmu fisika. Kecuali itu, disini
digunakan apa yang dinamakan Fuzzy Logic, yang pada hakekatnya tidak
lain dan tidak bukan adalah metoda logika yang konvensionil (lengkap
dengan hukum2 ilmu fisika) tetapi DITAMBAH dengan KEPENTINGAN
PRIBADI. Jika interest pribadinya lain, hasilnya tentu akan lain
pula. Jadi jelas tidak memiliki objektivitas yang universal seperti
science, hingga tidak bisa dimasukkan dalam golongan science,
sekalipun bisa berguna untuk pihak2 tertentu.
### Artikel dalam PhysicsWeb diatas [10] ditulis oleh Chiu Fan Lee
dan Neil F Johnson dua2nya dari Physics Department and Centre for
Quantum Computation, Clarendon Laboratory, Oxford University, Parks
Road, Oxford OX1 3PU, UK. Ditinjau dari karya2 ilmiah mereka
berdua, yang mudah dicari dengan "Google scholar"
http://scholar.google.com/, tampaknya kedua fisikawan itu cukup
punya SEKEDAR kredibilitas dalam dalam QM. Namun dari kualitas
tulisan mereka yang masih me-raba2 (mau membantah dan coba2 bikin
sensasi, tetapi tidak berani), bisa saya jajaki posisi keduanya di
Oxford/Clarendon Lab itu kira2 taraf post-doc, atau paling banter
Assistant Professor, jadi artinya BELUM BISA DIANGGAP PAKAR.
Dipihak lain, Complexity Theory dari M. Gell-Mann (Santa Fe
Institute) saat ini masih dalam taraf permulaan (infantile). Dalam
sejarah, Isaac Newton pun pernah membuat pseudoscience, yaitu
Alkimia. Jadi samasekali tidak berarti bahwa seorang Murray Gell-
Mann tidak mungkin membuat pseudo-science. Salah satu perbedaan
science dengan pseudoscience adalah berhasil atau tidaknya suatu
metoda yang digunakan untuk mengembangkan ilmu yang dirintisnya
sebagai jalan menuju hasil2 yang nyata dan berguna, yaitu tepatnya
menjadi landasan dari TEKNOLOGI. Persisnya, jika yang merinitis itu
benar2 terbukti memiliki kemampuan dalam science, seperti Murray Gel-
Mann (pemenang hadiah Nobel) maka kita masih boleh PERCAYA
(sekalipun belum terbukti berhasil), bahwa boleh jadi aktivitasnya
BUKAN pseudoscience. Kepastiannya baru nanti, jika sudah
menghasilkan produk yang nyata dan berguna. "Nyata" disini artinya
bisa dipersepsi oleh pancaindera (bisa di-observasi secara empiris),
sebab memang science HARUS melulu berurusan dengan hal2 yang bisa
diobservasi secara empiris, sebagai syarat yang OBJEKTIF agar bisa
berguna bagi manusia. Mekanika klasiknya Newton menghasilkan produk
yang nyata dan berguna, jadi tergolong science. Tetapi Alkimianya
Newton tidak menghasilkan apa2 yang berguna, jadi mesti dinilai
sebagai pseudosciecnce, tidak perduli bahwa yang bikin adalah sang
genius Newton. Contoh kebalikannya misalnya adalah "transcendental
meditation", yang bisa menghasilkan sesuatu yang "berguna", yaitu
kebahagian/kepuasan pribadi. Tetapi kebahagiaan demikian itu
sifatnya 100% subjektif, tidak berguna buat orang lain. Jadi,
meditasi transcendental bukan saja pseudoscience, tetapi juga bukan
science, sebab tidak memenuhi definisi seperti yg saya uraikan
diatas.
### Jelaslah sekarang, bahwa jika yang menggagaskan atau
menjalankan riset itu orang2 yang masih INGUSAN, baru lulus dari
universitas, sekalipun memiliki gelar Doktor (yang dewasa ini sudah
INFLASI dan kurang sekali harganya, sebab tidak pernah melakukan
riset secara mandiri (independent) tanpa bimbingan profesornya).
Kualifikasi ilmiah baru terjamin jika orang sudah BER-KALI2
mempublikasi karyanya dalam majalah2 yang PEER-REVIEWED (seperti
halnya dengan HE Stanley dan CF Lee & NF Johnson), dan lebih
meyakinkan lagi jika namanya muncul sebagai SOLE AUTHOR. Silahkan
kunjungi website [4], yang menjelaskan betapa pentingnya memiliki
karya2 yang PEER-REVIEWED bagi seorang scientist untuk membuktikan
kredibilitasnya, seperti yg saya uraikan diatas tadi.
### Dalam hubungan Quantum Game Theory, Ekonofisika, Teori
Kompleksitas, Chaos Theory, dlsbnya, maka jelaslah sudah, bahwa jika
orang yang menjalankan aktivitas tersebut tidak punya pengetahuan
maupun skill dalam landasan ilmu fisikanya (yang bisa
diketahui/dijajaki dari karya2 yg dimuat dalam peer-reviewed
journals), maka boleh dipastikan dia itu cuma membuat pseudoscience,
atau kasarnya LATAH, me-niru2 pekerjaan para ilmuwan yang sejati.
Dari uraian diatas kiranya penilaian (judgment) saya atas Dr.
Yohannes Surya sudah amat jelas dengan sendirinya: Saya bersedia
menerima dan mengkoreksi dugaan-sementara saya, dan MENGAKUI bahwa
Dr. Yohannes Surya BUKAN PSEUDOSCIENTIST dalam bidang Quantum Game
Theory, jika dan hanya jika ia sanggup membuktikan karyanya tentang
Quantum Mechanics yang dimuat dalam salah satu PEER-REVIEWED
journal. BUKTI ITU SAYA TUNGGU. Bukti seperti ini sangat penting
sekali, sebab Indonesia terkucil dari dunia science internasional,
hingga amat mudah buat para pesudoscientists menipu masyarakat
dengan membuat claim2 yang tidak selayaknya, walaupun ia tidak
bakalan bisa menunjukkan hasil apapun yang berguna buat sesama
manusia (ingat kasus BJ Habibie). Jika karya ilmiahnya tidak
terbukti, maka dugaan keras sementara ini bahwa Dr. Yohannes Surya
adalah seorang pseudoscientist itu akhirnya menjadi suatu JUDGMENT
yang benar2 terbukti. Jalan lain untuk membuktikan dirinya adalah
dengan perdebatan terbuka diberbagai milis, seperti yang telah saya
usulkan diatas.
### Sekiranya ada orang yang menuntut saya membuktikan hal yang
sama, hal itu tidak mungkin tanpa membuka identitas saya yang
sebenarnya. Sekalipun ada beberapa orang dimilis2 diskusi bebas
yang mengetahui identitas saya (saya harap mereka tidak buka
rahasia), saya tidak ingin membukanya disini, terutama sekali oleh
sebab posisi saya yang publik-sensitif di Amerika sekarang ini.
Kecuali itu, bukan maksud saya untuk menjadi orang yang terkenal di
Indonesia, melainkan tujuan saya adalah membangkitkan semangat akan
science dan menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan yang ber-
larut2 dalam kancah persaingan iptek dunia, juga sejalan dengan
aktivitas profesional saya di Amerika dewasa ini. Oleh karena itu,
seperti yang biasa saya lakukan dalam diskusi dimilis2 bebas, saya
akan menggantikannya dengan membuktikan kemampuan saya dalam ilmu
fisika, dalam hal ini mekanika kuantum, maupun dalam disiplin2
lainnya. Jelasnya, saya bersedia di-uji oleh siapa saja (termasuk
para atasan Dr.Yohanes Surya ataupun bekas Profesornya), tetapi
sebaliknya juga saya akan menguji Dr. Yohanes Surya dalam dasar2
dari ilmu Quantum Game Theory, yaitu tepatnya Quantum Theory, maupun
dalam displin2 ilmu fisika lainnya yang relevan. Adalah omong-
kosong untuk bicara tentang, atau bahkan sesumbar, mau mengembangkan
Quantum Game Theory tanpa mengerti dasar2nya. Diskusi bebas yang
saya maksud ini berlaku juga untuk dasar2 ilmu fisika yang digunakan
oelhnya dalam Ekono-Fisikanya.
### Diskusi atau perdebatan antara dua orang dimana yang satu tetap
ANONYM seperti yang saya usulkan ini SANGAT LAZIM dalam dunia
ilmiah, yaitu dalam proses REVIEW suatu karya buat dimuat dalam
majalah profesional. Konformasinya sudah termasuk dalam ref.[5,6],
dan lebih lanjut lagi diperkuat untuk SEMUA bidang ilmu (bukan hanya
science) dalam referensi2 [11a-e]). Saya cuplik disini dari
referensi [11e] Physical Review Letters -
<http://forms.aps.org/historic/6.1.96ppl.html>
*** . the anonymous review process will usually end with the
reports received following the authors' first resubmittal of the
manuscript.
*** The author of the Letter IS NOT TREATED ANONYMOUSLY.
### Penjelasan: Dalam hal ini Dr. Yohanes Surya adalah pihak yang
mencari/menduduki posisi sebagai tokoh masyarakat (public figure),
jadi memang sudah selayaknya, atau bahkan sudah SEHARUSNYA , tidak
anonym. Sedangkan saya disini bertindak setara dengan reviewer,
jadi secara legitim (sah) berhak tetap dalam kondisi anonym.
phenomena (self > organizing criticality), > spin glasses, heat
transfer equation dsb. Sayang sekali orang yang menuduh tidak coba
belajar dulu hal-hal ini.
Komentar Indoshepherd:
### Kata2 "orang yang menuduh tidak coba belajar dulu hal-hal ini"
adalah kata2 yang penuh PRASANGKA (prejudice), dan dengan demikian
tidak mungkin keluar dari otaknya seseorang yang benar2 berkualitas
ilmuwan, sebab BELUM2 dia sudah BERPRASANGKA bahwa saya yang
melancarkan kritik "tidak coba belajar dulu hal-hal ini". Padahal
kenyataannya belum tentu Dr. Yohannes Surya lebih tahu tentang hal-
hal itu daripada saya. Mari kita buktikan saja dengan perdebatan
terbuka. Segala perdebatan yang saya tawarkan disini harus
dilakukan dalam forum diskusi yang terbuka, sebab (a) saya tidak
ingin mem-buang2 waktu berdiskusi dengan orang yang tidak punya
kualifikasi, dan (b) tidak sesuai dengan tujuan saya untuk membuka
mata orang Indonesia demi memacu dan meluruskan perkembangan ilmu
pengetahaun.
Menunggu balasan dari Dr. Yohannes Surya.
Salam,
Indoshepherd
REFERENSI:
[1] Evolution Debate in Kansas Spurs Battle Over School Materials
Teaching of Theory's Doubts Spurs National Academy of Sciences,
Teachers Association to Bar Use of Curriculum Guidelines
By Rick Weiss - Washington Post Staff Writer
Friday, October 28, 2005; Page A02
In an escalation of the nation's culture war over the teaching of
evolution, the NATIONAL ACADEMY OF SCIENCES [2] and the National
Science Teachers Association announced yesterday that they will not
allow Kansas to use key science education materials developed by the
two organizations. The refusal came after the groups reviewed the
latest draft of the Kansas State Department of Education's new
science education standards and concluded that they overemphasize
uncertainties about the theory of evolution and fail to make it
clear that SUPERNATURAL PHENOMENA HAVE NO PLACE IN SCIENCE.
***** Tentang NATIONAL ACADEMY OF SCIENCES bisa dibaca di:
http://www.nasonline.org/site/PageServer?pagename=ABOUT_main_page
*** The National Academy of Sciences (NAS) is an honorific society
of distinguished scholars engaged in scientific and engineering
research, dedicated to the furtherance of science and technology and
to their use for the general welfare.
*** Election to membership in the National Academy of Sciences is
considered one of the highest honors that can be accorded a U.S.
scientist or engineer. Academy membership recognizes those who have
made distinguished and continuing achievements in original research.
*** The National Academies perform an unparalleled public service by
bringing together committees of experts in all areas of scientific
and technological endeavor. These experts serve pro bono to address
critical national issues and give advice to the federal government
and the public.
[2] NOAA's (National Oceanic and Atmospheric Administration)
definition:
<http://www8.nos.noaa.gov/coris_glossary/index.aspx?letter=s>
"Science - a method of learning about the physical universe by
applying the principles of the scientific method, which includes
making EMPIRICAL OBSERVATIONS, proposing hypotheses to explain those
OBSERVATIONS, and testing those hypotheses in valid and reliable
ways; also refers to the organized body of knowledge that results
from scientific study".
[3a] Menurut definisi yang resmi dari NAS ini juga maka Computer
Science itu BUKAN Science, hal mana bahkan diakui oleh para pakarnya
sendiri, seperti bisa dibaca diwebsite berikut:
<http://www.geocities.com/tablizer/science.htm> dimana seorang ahli
computer sendiri mengatakan/mengakui bahwa **Computer Science** is
Not Science and **Software Engineering** is Not Engineering!
3b] Satu lagi website lain:
<http://jamesthornton.com/wp/display/350/351.wimpy> James Thornton -
Internet Business Consultant <hornton cs.baylor.edu>: **Computer
Science is NOT Science**. Computer science is not a science; its
significance has little to do with computers.
[4] Peer review in context(1) Karl Svozil (TU Wien) (URL: <
http://tph.tuwien.ac.at/~svozil/>)
<http://www.inst.at/trans/15Nr/03_2/svozil15.htm>
1. Peer Review
To a non-involved observer, peer review can be explained as a kind
procedural pattern or ritual, in which a decision over the
publication of scientific reports (and/or over the funding of some
research project) is reached. The process begins when an unsolicited
article is submitted by an author about some research results. The
article is sent from the editor to unpaid reviewers, called peers.
These reviewers provide reports and recommendations which are sent
back to the editor. The editor makes the reports ANONYMOUS and sends
them to the authors. The article is revised by the author and re-
submitted. This procedure can repeat itself. Finally, the editor
decides whether or not the article is worth publishing or is
rejected. Rejections rates vary strongly, depending on the field
covered, from 10 % to 95 %. And despite the critical evaluation of
the situation, most participants attempt to do a decent job under
the given circumstances.
1.1 Why peer review?
Peer review has at least three main goals: (i) quality certification
of scientific publications, (ii) career planning of the new
scientific generation by comprehensible, "objective,'' quantitative
criteria, as well as (iii) the evaluation of research projects
requesting funding .
The importance of peer review for scientific careers is enormous: a
publication which does not appear in a journal whose contributions
are subjected to peer review, is usually considered "WORTH NOTHING''
in terms of career planning; and without peer review there is no
certified progress in science; at least this is what is emphasized
over and over again. Therefore, it is mandatory for novices as well
as for established researchers requesting positions, status,
influence and resources, to expose themselves to this evaluation
process. And although most authors express their frustration with
this kind of censorship behind closed doors, public criticism is
considered inappropriate, unless one is willing to bear the
consequences, such as being denoted a "whiner.''
Peer review is seen primarily as assistance to the author for
improving articles. It avoids the publication of uninteresting,
plagiarised, faulty, erroneous and fake results. Each reader should
form his or her own judgement about whether or not these advantages,
should they be achieved, counterbalance the disadvantages of
scientific censorship. These issues deserve public concern. After
all, no small amount of tax money and the pursuit of scientific
progress are at stake.
[5] "What is a Peer Reviewed Journal?" <http://valinor.ca/peer-
review.html>:
***Whether it appears in print, a combination of print and
electronic forms, or only in electronic form, a peer reviewed
journal is one in which each feature article has been examined by
people with credentials in the article's field of study before it is
published. Collections of papers from conferences may be considered
peer reviewed as well, if the original presentations were "invited"
or examined by experts before being accepted. Papers which appear in
sources like these are considered to be as reliable as humanly
possible. In "double blind" peer review, neither the author nor the
reviewers know each others' identities. Not all peer review is
double blind.***
[6] Williams Library - Evaluating Information Resources
<http://www.northern.edu/library/help/evaluating.htm>
Many scholarly journals require a peer review process before
articles can be published. In peer reviewed journals (sometimes
called refereed journals), an author's work is reviewed by two or
more individuals who are experts in the subject matter addressed in
the article. After their review, the reviewers (or referees) may
return the article to its author with suggestions for improvement or
modification. Each reviewer makes a recommendation whether to reject
or accept the article, and sometimes the acceptance is subject to
conditions of edit. Reviewers typically remain anonymous and are
carefully chosen to have no relationship to the article's author to
limit bias in the review process. The peer review process can take a
long time to complete, sometimes delaying publication of an article
for one year or more from the date of its original submission.
[7a] <http://www.usatoday.com/tech/science/2005-11-18-
vaticanastronomer_x.htm>
Vatican: ID isn't science - USA Today - Posted 11/18/2005
[7b] <http://www.msnbc.msn.com/id/10101394/from/RSS/>
Vatican astronomer joins evolution debate: "Intelligent design isn't
science, `though it pretends to be,' he says"
[8] <http://www2.mdanderson.org/depts/oncolog/pdfs-
issues/03/oncolog7-8-03.pdf> :
Researchers Explore Possible Applications of Nanotechnology in
Cancer Treatment (by Ann Sutton)
*** Dr. Michael G. Rosenblum, a professor in the Department of
Bioimmunotherapy, holds a model of a buckminsterfullerene molecule,
or buckyball. Dr. Rosenblum and his colleagues are studying the use
of buckyballs, nanoparticles composed of 60 carbon atoms in the
shape of a soccer ball, to deliver chemotherapeutic drugs to cancer
cells.
*** Dr. Rosenblum is studying another type of chemotherapeutic drug
delivery system by applying nanotechnology's most famous discovery,
buckminsterfullerene, or the buckyball. A nanoparticle composed of
60 carbon atoms in the shape of a soccer ball, the buckyball earned
its discoverers, Sir Harold W. Kroto, Ph.D., of the University of
Sussex, UK, and Robert F. Curl, Jr., Ph.D., and Richard E. Smalley,
Ph.D., both of Rice University, the 1996 Nobel Prize in Chemistry.
[9a] Sains & Teknologi di Indonesia bagian ke-I
<http://groups.yahoo.com/group/evolusi/message/3924>
Misalnya, **computer science** itu BUKAN science, sebab computer itu
bikinan manusia, hingga segala hal-ihwalnya utak-utek
berada dalam ciptaan manusia itu sendiri. Hal ini bisa dibaca antara
lain di
<http://www.geocities.com/tablizer/science.htm> dimana seorang ahli
computer sendiri mengatakan/mengakui bahwa **Computer Science** is
Not Science and **Software Engineering** is Not Engineering!
*** Satu lagi website lain:
http://jamesthornton.com/wp/display/350/351.wimpy> James Thornton -
Internet Business Consultant <hornton cs.baylor.edu>: **Computer
Science is NOT Science**. Computer science is not a science; its
significance has little to do with computers.
[9b] Sains & Teknologi di Indonesia bagian ke-II
<http://groups.yahoo.com/group/evolusi/message/3925>
Komentar atas artikel tentang Nanotechnology oleh Roy Sembel dikoran
warta-ekonomi, bisa diakses di:
http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=3405&cid=9
[10] CF Lee & NF Johnson, *Let the quantum games begin*, PhysicsWeb,
October 2002
<http://physicsweb.org/articles/world/15/10/7>
[11a] <http://en.wikipedia.org/wiki/Peer_review>
[11b]< http://www.answers.com/topic/peer-review>
*** Traditionally reviewers would remain anonymous to the authors,
but this is slowly changing. In some academic fields most journals
now offer the reviewer the option of remaining anonymous or not;
papers sometimes contain, in the acknowledgments section, thanks to
(anonymous or named) referees who helped improve the paper.
[11c] <http://www.jcal.emory.edu/policies.php> Journal of Cognitive
Learning "Peer Review Process"
--Identity of the reviewers will remain anonymous and will not be
disclosed to the author.
[11d] <http://www.ijpa.org/info.htm> The International Journal of
Psychoanalysis - Preparation and submission of manuscripts. Papers
(of no more than 8,000 words) in any of the main European languages
will be considered for publication but should be prepared in the
appropriate fashion and submitted for anonymous peer review to the
appropriate Editor, as laid out in the Notes for Contributors.
[11e] Physical Review Letters - Policies and Procedures (July 1996)
<http://forms.aps.org/historic/6.1.96ppl.html>
*** In an effort to minimize the time between initial submittal of a
manuscript and final disposition, the anonymous review process will
usually end with the reports received following the authors' first
resubmittal of the manuscript.
*** The author of the Letter is not asked to review the Comment as
an anonymous referee. The editors will consult an independent,
anonymous referee if they deem it useful in determining the
suitability for publication of the Comment (and Reply, if any). In
any transmission, the Reply or the reaction of THE AUTHOR IS NOT
TREATED ANONYMOUSLY
------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/cRr2eB/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~->
***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:
1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi
4. Satu email perhari: ppiindia-digest-***@public.gmane.org
5. No-email/web only: ppiindia-nomail-***@public.gmane.org
6. kembali menerima email: ppiindia-normal-***@public.gmane.org
sambutan Dr. Yohanes Surya yang telah di forward-kan per japri
kepada saya. Agar bisa dibaca oleh sebanyak mungkin pembaca, saya
muat tulisan ini dalam berbagai milis diskusi bebas di Internet.
Lebih bagus lagi jika bisa dimuat di-koran2 Indonesia, asalkan saya
tetap dibawah kondisi anonym.
Memenuhi permintaan Dr. Yohannes Surya dibagian akhir dari e-mailnya
kepada sdr. Nugoroho, saya kirimkan tulisan ini untuk dimuat diforum
tebuka
(1) vincentliong <http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/>;
(2) agama_sains_moralitas
<http://groups.yahoo.com/group/agama_sains_moralitas/>;
(3) tionghoa-net <http://groups.yahoo.com/group/tionghoa-net/>;
(4) ppindia <http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/>;
(5) interdisplin <http://groups.yahoo.com/group/interdisiplin/> ;
(6) debat-alkitab <http://groups.yahoo.com/group/apakabar/>.
(7) evolusi <http://groups.yahoo.com/group/evolusi/>
(8) apakabar <http://groups.yahoo.com/group/apakabar/>
(9) fisika-indonesia <http://groups.yahoo.com/group/fisika-
indonesia/>
Beberapa dari antara forum2 debat ini (#7-#9) adalah forum yang
tertutup, artinya hanya bisa di-akses oleh anggauta.
Jadi, sekiranya Dr. Surya bermaksud membaca dan meyambuti secara
langsung diforum tersebut, ia harus lebih dulu mendaftarkan diri
menjadi anggauta.
Salam,
Indoshepherd
Dalam bebarapa bulan ini seorang yang mengaku bernama Indoshepperd
terus menerus mempostingkan berita yang mengarahprovokasi.
Berikut ini adalah tanggapan saya atas berbagai tuduhan dari sang
Indoshepperd yang sayang sekali tidak mau menunjukkan jati dirinya.Berikut ini adalah tanggapan saya atas berbagai tuduhan dari sang
Salam
Yohanes
(silahkan disebarluaskan)
1. Tentang LSPI
LSPI adalah lembaga science penciptaan Indonesia.
Lembaga ini didirikan sekitar tahun 1994/1995. Waktu itu saya baru
pulang dari USA. Saya dikenalkan oleh seorang teman dengan VictorYohanes
(silahkan disebarluaskan)
1. Tentang LSPI
LSPI adalah lembaga science penciptaan Indonesia.
Lembaga ini didirikan sekitar tahun 1994/1995. Waktu itu saya baru
Liauw
yang berinisiatif membentuk LSPI. Mereka mempunyai visi untuk
membendung arus evolusi. Saya setuju untuk bergabung. Saya pribadipercaya bahwa
dunia ini ada karena diciptakan bukan karena evolusi. Saya percaya
evolusi mikro bisa terjadi, tetapi untuk evolusi makro (manusiaberasal dari
monyet) saya tidak setuju.
Singkat cerita mereka menaruh nama saya sebagai salah satu
founder. Dalam beberapa bulan saya banyak dapat artikel dari LSPI,Singkat cerita mereka menaruh nama saya sebagai salah satu
namun setelah itu saya tidak aktif dalam kegiatan ini karena ada
beberapa konsep mereka yang tidak cocok dengan pandangan saya (sayaanggap terlalu
radikal) seperti tentang penciptaan jagad raya dalam 7 hari
(literal). Saya percaya jagad raya diciptakan oleh Tuhan tetapicaranya mungkin tidak
seperti yang diinterpretasikan oleh orang-orang dari lembaga
creation.Saya sudah lama minta nama saya di "remove" dari LSPI.
Komentar Indoshepherd:### Sebagai *scientist* sepatutnya Dr. Yohanes Surya mengerti apa
itu SCIENCE, dan sebagai pendiri + aktivis dari LSPI semestinya Dr.
Yohannes Surya juga mengerti bahwa kisah penciptaan alam semesta +
manusia yang diyakini oleh Lembaga SCIENCE Penciptaan Indonesia itu
SAMA SEKALI BUKAN SCIENCE. Jika sekiranya Dr. Yohanes Surya mengira
bahwa dongeng penciptaan seperti itu adalah sama2 SCIENCE seperti
yang pernah dipelajarinya selama pendidikannya untuk mendapatkan
gelar doktornya, maka artinya Dr. Yohanes Surya tidak mengerti
science itu apa. Dengan demikian juga ia tidak mengerti ilmu yang
dipelajarinya, atau dengan perkataan lain gelar doktornya itu sia2
belaka dan tidak sepatutnya diberikan kepadanya. Ini adalah INTI
dari perdebatan yang saya buka disini.
### Aneh sekali, sebagai orang yang mengaku ilmuwan Dr. Yohanes
Surya telah berani menyatakan didepan umum tidak percaya evolusi
tanpa mengetahui atau terlebih dulu menyelidiki baik2 apa yang
dibantahnya, yaitu teori evolusi (tak peduli mikro atau makro), yang
difitnahnya sebagai teori "manusia berasal dari monyet". TIDAK
PERNAH ada ilmuwan siapapun yang mengatakan demikian! Teori evolusi
Darwin, dan Darwin sendiri pun TIDAK PERNAH mengatakan demikian !
Paling banter orang bisa bilang, manusia dan monyet adalah saudara
sepupu. Jadi jelas Dr. Yohanes Surya hanya meng-ada2 dan me-reka2
sendiri, atau dengan perkataan lain, dengan sengaja memfitnah, suatu
perbuatan yang sangat menjijikkan buat seorang yang mengaku ilmuwan,
pengajar dan bahkan *Profesor*! Kemungkinan lainnya, Dr. Surya
benar2 salah mengerti teori evolusi, jadi ia tidak mengerti apa yang
dibantah olehnya. Kemungkinan kedua ini bahkan sangat memalukan
buat seorang yang mengaku ilmuwan, malahan otomatis men-
diskualifikasi dirinya sendiri sebagai ilmuwan, sebab artinya berani
bicara atau bahkan menilai/men-judge- sesuatu yang tidak dimengerti
olehnya, alias "he does not know what he is talking about". Yang
terakhir ini adalah benar2 TABOO buat seorang ilmuwan. Mana bisa
orang yang berani menilai/menghakimi tanpa mengerti apa yang
dinilai/dihakimi olehnya? Mana boleh orang demikian dikasi jabatan
Profesor yang berhak menilai/menghakimi prestasi mahasiswa ?
### Mengembalikan kata2 Dr. Yohanes Surya kepada dirinya
sendiri, "Saya pikir Yohanes Surya perlu mendalami dulu apa itu
teori evolusi sebelum men"judge" (menghakimi) yang bukan-bukan".
Teori evolusi ini dengan sendirinya mencakup carbon dating dan
metoda2 radiometri lainnya untuk menetapkan umur fosil, yaitu
metoda2 ilmiah yang terutama paling ditentang dan diserang oleh para
Kreasionis. Mereka mempersalahkan teori evolusi karena tidak
mengerti prinsip fisika dari teknik carbon-dating dan radiometri.
Kita lihat saja nanti, apakah Dr. Yohanes Surya mengerti teknik2
pengukuran carbon-dating dan radiometri tersebut.
### Jika benar Dr. Yohanes Surya merasa tidak cocok pandangan
dengan LSPI, kenapa ia tidak lekas2 menyatakan KELUAR dari
organisasi tersebut, dan mengumumkan tindakannya itu kepada khalayak
ramai? Sebab dampaknya luas sekali bagi dunia ilmu dan pendidikan di
Indonesia maupun Internasional, apalagi sebagai aktivis Olympiade
Fisika, dibawah asumsi bahwa Olympiade Fisika ini diorganisir oleh
ilmuwan yang benar2, bukannya gadungan, seperti misalnya para
*ilmuwan* kreasionis. Tetapi jika posisinya sebagai Profesor maupun
aktivitas Olympiade Fisikanya ternyata juga di-organisir dan
dibeayai oleh kaum kreasionis internasional, maka jelas Dr. Yohanes
Surya memang tidak ingin dan tidak bisa keluar. Saya disini hanya
melihat bukti faktanya, bahwa NAMA *Dr. Yohanes Surya* (masih)
tecantum dalam daftar anggauta/pendiri dari LSPI, dan
tidak "removed" seperti yang diakuinya. Selama namanya (masih)
berkaitan dengan organsisasi kreasionis, baik nasional maupun
internasional, selama itu pula dunia ilmu internasional akan
menganggap Dr. Yohannes Surya adalah seorang Kreasionis, satu
golongan dengan Dr. Gisch dan alm. Dr. Morris. Ataukah Dr. Yohanes
Surya memang benar2 bermaksud secara diam2 mendidik *ilmuwan2*
Indonesia (kata2 yg saya taruh diantara tanda *--* artinya
gadungan), yang di Amerika tidak mampu tumbuh sampai hari ini,
sedangkan di Eropa (tempat lahirnya SCIENCE) sama sekali tidak eksis
(non-existent)?
2. Tentang tuduhan fundamentalis
Orang menuduh bisa-bisa saja. Namun yang penting adalah faktanya.
Filosofi saya dalam hidup adalah menghargai perbedaan dan sama-samaOrang menuduh bisa-bisa saja. Namun yang penting adalah faktanya.
membangun bangsa
agar kita tidak menjadi bangsa yang terus menerus dihina orang.
Disamping mengembangkan pendidikan melalui training guru-gurudiberbagai propinsi, saya juga
sedang aktif dengan teman-teman muslim membangun 4 sekolah
unggulan di Aceh melalui Yayasan Sukma (Metro TV dan MediaIndonesia), membantu MDC
(Madrasah Development Center) yang dikelola oleh Pak Syihab di
Banten, dan membantu pembangunan beberapa pesantren di Banten sertamemberikan pelatihan-pelatihan
untuk para guru pesatren di Banten. Sekarang dengan beberapa teman
muslim sedang membantu departemen Agama dalam meneliti/menulis buku-buku sains untuk
sekolah-sekolah Islam.
Komentar Indoshepherd:### Komentar Dr. Yohanes Surya ini rancu, kacau-balau, sebab
mengidentifikasikan fundamentalisme dengan agama Islam, dan
menyebut2 aktivitas yang sama sekali tidak ada sangkutannya dengan
isu fundamentalisme yang dikemukakan olehnya sendiri.
Fundamentalisme tidak harus berkaitan dengan Islam, sebab banyak
aliran2 Kristen pun juga fundamentalis. Sebaliknya, banyak aliran2
Islam yang TIDAK fundamentalis, misalnya Jaringan Islam Liberal.
Fundamentalis atau bukan, hal itu samasekali tidak ditentukan apakah
orang beragama islam atau bukan, melainkan ditetapkan dari apakah
orang percaya pada kitab suci agama yang dianutnya (tidak perduli al
Quran ataupun Injil) secara LITERALIS seperti yang ditulis dalam
kitab itu, ataukah ia menafsirkannya sebagai METAFORA (arti
kiasan). Sebagian besar sekali aliran Kristen baru di Indonesia
dewasa ini adalah fundamentalis. Juga Gereja Reform Injili-nya
Stephen Tong adalah fundamentalis, sebab aliran Calvinist yang
dianut oleh gereja tsb. adalah pecahan dari mainstream Presbyterian
yang memang resmi terkenal sebagai aliran fundamentalis. Hal ini
juga terbukti pada milis Gereja Reform Injili "Metamorph"
<http://groups.yahoo.com/group/METAMORPHE> yang sempat mem-BAN saya
dari forum diskusi, gara2 saya menafsirkan kisah Pengusiran Adam &
Eva dari Taman Eden sebagai METAFORA, bukan seperti yang ditulis
secara literalis dalam kitab Injil. Padahal saya yakin bahwa para
teolog dari gereja2 Kristen & Katolik mainstream akan sependapat
dengan saya, seperti yang ternyata dari pengalaman saya pribadi
melalui berbagai diskusi teologi dengan mereka. Maka dari itu, jika
dalam hal ini Dr. Yohannes Surya TIDAK SEPENDAPAT dengan saya, maka
DUGAAN keras saya selama ini bahwa Dr. Yohanes Surya adalah
fundamentalis (bisa disimpulkan dari fakta bahwa dia telah
menyatakan diri didepan umum sebagai seorang Kreasionis) akan serta-
merta berubah menjadi JUDGMENT.
### Adalah sungguh sangat mengherankan bahwa Dr. Yohanes Surya
mencoba menyederhanakan gejala fundamentalisme ini dengan
mengkaitkan fundamentalisme dengan agama Islam. Disini tidak jelas,
apakah maksudnya hanya untuk berkelit/mengelak dari tuduhan asosiasi
dengan fundamentalisme, ataukah benar2 ia tidak memahami apa artinya
fundamentalisme dalam agama. Jika tujuannya untuk berkelit, maka
apapun alasan, tujuan maupun latar-belakangnya, TUJUAN itu TIDAK
PATUT menghalalkan CARA. Sedangkan jika Dr. Yohanes Surya benar2
tidak tahu apa definisi fundamentalisme agama, hal itu sekali lagi
mendiskualifikasi dirinya sebagai ilmuwan.
3. Tentang Ekonofisika
Menurut saya ilmuwan bebas bersikap. Kalau ada yang tidak setuju
dengan ekonofisika sah-sah saja. Itu hak mereka. Mereka sama sekaliMenurut saya ilmuwan bebas bersikap. Kalau ada yang tidak setuju
tidak tahu ekonofisika itu apa.
Kalau para ilmuwan ekonofisika (ilmu indisipliner) [sic!] dianggap
pseudo scientist apakah kita akan menganggap H.E Stanley fisikawanterkenal (pendiri ekonofisika)
seperti itu? Bagaimana dengan Gellmann dan Santa Fe Institute?
Bagaimana dengan game theory (sekarang sedang dikembangkan quantumgame theory) yang
memenangkan hadiah nobel ekonomi?
Melalui ekonofisika, kami sudah banyak melakukan penelitian.
Hasilnya sudah dimanfaatkan oleh Bursa Efek Jakarta, Koran InvestorMelalui ekonofisika, kami sudah banyak melakukan penelitian.
(lihat kolom tiap hari selasa), dan
juga beberapa instansi lainnya. Saya pikir Indoshepperd perlu
mendalami dulu apa itu ekonofisika sebelum men"judge" yang bukan-bukan.
Komentar Indoshepherd:
### Yang sungguh lucu disini adalah bahwa Dr. Yohannes Surya belum2
sudah berani menganggap dirinya sekaliber dengan HE Stanley. Itu
adalah anggapan yang sangat jauh berlebihan, sebab menurut penilaian
saya, Dr. Yohanes Surya sama sekali belum terbukti bisa disebut
scientist, malahan patut dinilai sebagai pseudoscientist, seperti
yang akan saya uraikan dibawah ini.
### Menurut National Academy of Sciences Amerika (badan resmi
pengemban autoritas tertinggi dalam IPTEK) maupun American Physical
Society (perkumpulan seluruh fisikawan Amerika), definisi Science
adalah "A SEARCH FOR NATURAL EXPLANATIONS OF OBSERVABLE PHENOMENA."
(baca ref. [1]). Kata *observable* (tepatnya *empirically
observable*), artinya bisa diamati oleh pancaindera, baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui alat2 deteksi. Definisi ini
berdiri diatas landasan filsafat Positivisme Logis (Ernst Mach,
Niels Bohr, Einstein, Heisenberg, Bertrand Russell, i.e., scientists
yang tergabung dalam Vienna Circle). Observasi empiris ini berada
DILUAR KEMAUAN PRIBADI sang pengamat (observer), artinya tidak
tunduk pada minat/kepentingan/interest-nya. Jadi, per definisi
adalah OBJEKTIF, yaitu SAMA bagi setiap manusia. Eksistensi dunia
luar yang lepas dari kemauan kita sebagai pengamat ini menemukan
landasan filsafatnya dalam metafisika dari Immanuel Kant, dengan
argumennya yang termashur tentang *benda sebagaimana adanya* (das
Ding an Sich). Kebenarannya tidak berubah dibawah perkembangan yang
mutakhir dalam ilmu fisika (tepatnya interpretasi Copenhagen dari
quantum mechanic (QM) dan fenomena Quantum Entanglement) maupun
filsafat (tepatnya prinsip Antropika Parsipatoris, i.e., the
Parcipatory Anthropic Principle). Sedangkan perkataan "Explanation"
secara implicit mencakup LOGIKA sebagai satu2nya produk akal manusia
yang OBJEKTIF, yaitu SAMA bagi setiap manusia. Gabungan dari kedua
unsur ini, logika dan observasi empiris, yang sama2 objektif, adalah
sama bagi setiap manusia, dan dengan demikian menjamin OBJEKTIVITAS
science yang UNIVERSAL. Dengan definisi ini, maka para scientists
umumnya selalu sepakat satu sama lain: Jika suatu teori
(explanation) tidak sesuai dengan logika, ya teori itu tidak
memenuhi criteria, jadi per definisi teori itu SALAH. Juga jika
landasan (titik-tolak) maupun hasil produknya tidak sesuai dengan
KENYATAAN, yaitu observasi empiris, maka teori atau explanation itu
JUGA SALAH dan oleh karena itu tidak bisa diterima sebagai SCIENCE.
Justru berkat kebenarannya yang objektif secara universal (artinya:
sama bagi setiap manusia, dan tidak terpengaruh oleh interest
pribadi) maka para scientist pada umumnya selalu seragam dalam
penilaian/judgment, kecuali jika sampai menyangkut soal filsafat,
seperti misalnya tentang pengukuran dalam QM (interpretasi
Copenhagen). Jika ada ketidak-seragaman, biasanya karena ada
pseudoscientist yang mengacau dan ikut campur. Titik-tolak yang
supernatural, seperti misalnya teori kreasionisme, tidak memenuhi
criteria OBSERVASI EMPIRIS, jadi tidak bisa diterima sebagai
science. Juga keterangan para kreasionis tentang penciptaan alam
semesta, bumi, kehidupan dan manusia, sama sekali bertentangan
dengan LOGIKA. Jadi, baik metoda maupun subject matternya, teori
kreasionisme ini adalah teori yang SALAH KAPRAH per definisi, hingga
tidak mungkin diterima sebagai science oleh siapapun yang sungguh2
mengerti apa itu science.
### Definisi SCIENCE yang sama juga dianut oleh SEMUA institusi2
ILMIAH diAmerika (dan Eropa), misalnya NOAA (ref.[2]). Dibawah
definisi ini maka Computer Science itu BUKAN science (ref.[3a,b]),
bahkan Matematika pun BUKAN science, sekalipun kedua disiplin ilmu
itu bisa berguna. Demikian pula Ekonomi dan Teknologi Informasi itu
juga BUKAN science, sekalipun kedua displin itu menggunakan
matematika sebagai alat/tool, dan juga bisa berguna. Ekonofisika
jelas BUKAN Science, sekalipun menggunakan rumus2 dan meniru2 metode
ilmu fisika. Sama halnya dengan Quantum Game Theory : Sekalipun
menggunakan sebagian kecil sekali dari metoda QM (tapi bukannya QM
per se), Quantum Game Theory sama sekali BUKAN bagian dari quantum
theory, sebab subject matternya, yaitu *game*, TIDAK memenuhi
criteria wave-particle duality, yakni criteria utama yang membuat QM
berkaitan erat dengan realitas, yaitu subject matternya harus bisa
di-observasi secara empiris. Ini sama sekali tidak berarti bahwa
ilmu2 NON-science itu tidak ada gunanya. Ilmu ekonomi, ilmu sosial,
ilmu sejarah, ilmu matematika, ilmu computer science, IT, dan lain
sebagainya, semua bisa *berguna* ; tetapi mereka BUKAN tergolong
science. Kecuali matematika yang didasarkan atas logika yang
objektif secara universal (sama bagi setiap manusia) maka ilmu2 non-
science lainnya (termasuk apa yang namanya Fuzzy Logic) umumnya
tidak memiliki objektivitas yang universal, melainkan sepihak,
berkaitan erat dengan kepentingan pribadi (personal interest).
Artinya hanya *berguna*, *benar* dan/atau *baik* untuk sebagian
manusia, tetapi bisa jadi merugikan golongan manusia yang lain,
hingga bisa jadi dan secara sah boleh ditolak oleh pihak yang merasa
dirugikan.
### Subject matter Ekono-fisika sama sekali berada diluar domain
dari *observasi empiris*, sebab *ekonomi* adalah KONSEP yang abstrak
yang tidak bisa dipersepsi oleh pancaindera, sekalipun dibantu
dengan alat2 deteksi, melainkan se-mata2 hasil konstruksi oleh otak
manusia. Dipihak lain subject matter *Teori Kompleksitas*nya Gell-
Mann (lihat misalnya
<http://www.santafe.edu/sfi/People/mgm/complexity.html> ) kadang2 --
atau sebagian kecil-- masih berupa *observasi empiris*, sekalipun
sebagian besar terdiri dari KONSEP2 matematis yang abstrak yang
BUKAN persepsi pancaindera. Dalam hubungan ini, pakar Ekono-fisika
HE Stanley sendiri sudah terbukti kesanggupannya dalam science
dengan karya2nya dalam PEER-REVIEWED journals, lebih2 lagi Murray
Gell-Mann yang pernah memenangkan hadiah Nobel. Jadi tidak perlu
diragukan lagi, kedua orang ini betul2 memiliki kesanggupan (skill)
dalam ilmu fisika. Sekalipun barangkali ilmu yang ditekuninya tidak
termasuk science, tetapi metodanya tetap masih bisa dipertanggung-
jawabkan, hingga TIDAK TERPEROSOK masuk kedalam wilayah
PSEUDOSCIENCE. Kecuali itu, berkat kesanggupan HE Stanley dan M.
Gell-Mann, bidang2 yang mereka tekuni itu barangkali masih bisa
menghasilkan sesuatu yang berguna. Perihal AMAT PENTING-nya peer-
reviewed journal sebagai BUKTI kemampuan seorang ilmuwan, akan saya
bahas sehubungan dengan referensi [4,5,6],
### Sebaliknya, seorang yang masih INGUSAN, yaitu per definisi
BELUM PERNAH MEMBUKTIKAN KESANGGUPANNYA dengan karya2 yang dimuat
dimajalah yang peer-reviewed, boleh dipastikan cuma LATAH ME-NIRU2
para pakar, tetapi tidak (sanggup) menghasilkan apa2 yang berguna.
Maka dari itu, jika Dr. Yohanes Surya tidak ingin digolongkan dalam
kategori INGUSAN yang LATAH yang tidak sanggup menghasilkan apa2
yang berguna, harap BUKTIKAN kesanggupannya dengan mengumumkan dalam
polemik ini karyanya yang dimuat dimajalah yang peer-reviewed, yaitu
judulnya, nama majalahnya, lengkap dengan nomor dan
tanggal/bulan/tahun terbitnya. Harap DIPERHATIKAN, majalah yang
tidak peer-reviewed TIDAK MASUK HITUNGAN sebab karya yang tidak
dimuat dalam peer-reviewed journal nilainya adalah NIHIL alias WORTH
NOTHING (referensi [4]) yang saya kutip secara singkat disini: **The
importance of peer review for scientific careers is enormous: a
publication which does not appear in a journal whose contributions
are subjected to peer review, is usually considered "WORTH NOTHING''
in terms of career planning; and without peer review there is no
certified progress in science; at least this is what is emphasized
over and over again. Therefore, it is mandatory for novices as well
as for established researchers requesting positions, status,
influence and resources, to expose themselves to this evaluation
process.** Kata NOVICE diatas saya terjemahkan disini dengan kata
INGUSAN. Dalam hubungan ini posisi post-doc pun masih saya anggap
INGUSAN,. selama sang post-doc belum bisa menghasilkan karya yang
bernilai buat dimuat di peer-reviewed journals.
### Jadi, jika Dr. Yohannes Surya tidak sanggup membuktikan
karyanya yang dimuat dimajalah yg peer-reviewed, maka terpaksa saya
me-NILAI / JUDGE segala karyanya dalam Ekono-Fisika, Game Theory,
dan segala macam tetek-bengek lainnya, sebagai NONSENSE yang TIDAK
BERHARGA dan tidak ada manfaatnya. Penilaian/judgment ini
ditarik/disimpulkan atas dasar kaidah science internasional (ref.
[4,5,6], terutama ref.[4]).
### Fakta bahwa karya2 Dr. Yohanes Surya dimuat di Bursa Efek
Jakarta, Koran Investor dan lain2, itu samasekali tidak berhasil
membikin impresi apa2, sebab ekonomi Indonesia adalah hasil KKN dan
pinjaman hutang luar negeri, jadi tidak ada bukti apapun bahwa
ekonomi Indonesia berhasil. Satu2nya yang berhasil adalah *ilmu*
KKN-nya. Lebih celaka lagi, ekonomi Indonesia terbukti adalah
satu2nya yang TIDAK MAMPU bangkit kembali sesudah Krismon 1998,
sekalipun bumi Indonesia justru yang paling kaya; hal mana sekaligus
artinya ekonomi Indonesia semakin terpuruk dalam hutang LN yang
tidak terbayar untuk beberapa generasi (tetapi secara licik
pembayarannya ditimpakan kepada rakyat jelata yang tidak ikut
membuat hutang). Koran2 Indonesia sama sekali tidak bisa dipercaya,
sebab isinya cuma MEMBUAL setinggi langit, seperti dulu dalam kasus
BJ Habibie. Maka itu, Koran2 Indonesia saya DISKUALIFIKASI sebagai
standard, apalagi standard ILMIAH.
4. Tentang Nanoteknologi
Banyak orang tidak tahu pentingnya nanoteknologi. Padahal
keyakinan saya masa depan ditentukan oleh nanoteknologi. Saya telahBanyak orang tidak tahu pentingnya nanoteknologi. Padahal
membaca banyak buku nanoteknologi
dan saya merasa Indonesia harus aktif dalam bidang ini. Saya
sekarang aktif di Asia Nano Forum dengan Dr. Syahril, saya jugabanyak kerjasama dengan lembaga-lembaga
internasional lainnya dalam bidang nanoteknologi. Satu tujuan saya
adalah bagaimana nanoteknologi ini dimanfaatkan di Indonesia. Fokusdi nano center yang saya pimpin
sekarang, MRCNB adalah nano-medicine (pengobatan kanker dengan
nanoteknologi). Kami sudah mengirim 6 peneliti ke Shanghai untukbelajar tentang kanker.
Disamping di MRCNB saya juga coba membantu industri-industri untuk
mengembangkan diri kearah nanoteknologi. Beberapa pabrik plastic,pupuk dan beberapa instansi
saat ini sedang menjajaki untuk terjun kearah ini. Sangat
menjanjikan.5. Tentang Pseudoscientist
(a) Orang menuduh saya pseudoscientist karena mengembangkan
olimpiade Fisika, ekonofisika dan nanoteknologi, aneh sekali.(a) Orang menuduh saya pseudoscientist karena mengembangkan
Olimpiade Fisika adalah suatu pertandingan Fisika antar pelajar
terbaik SMA, saya tidak mengerti kalau sy dibilang pseudoscientistkarena mengembangkan ini.
(b) Nanoteknologi bukan pseudoscience. Produknya sudah banyak
tersebar dan banyak orang menikmatinya. Perkembangannya begituhebat. Kalau kamu lihat
Feynman sendiri dapat dikatakan sebagai bapak Nanoteknologi. Dan
banyak ilmuwan bagus yang mengembangkan nanoteknologi. Yang menuduhini adalah orang yang nggak ngerti apa-apa tentang nanoteknologi.
Komentar Indoshepherd:
(a) PSEUDOSCIENTIST
### Tuduhan Pseudoscientist kepada Yohanes Surya lahirnya sama
sekali BUKAN dari aktivitas Olympiade Fisika, melainkan dari FAKTA
bahwa ia adalah seorang Kreasionis, bahkan mengumumkan diri sebagai
pendiri dari organisasi Kreasionis Indonesia, LSPI, yang merupakan
bagian dari organisasi Kreasionis internasional (a.l. Korea dan
USA). Di Amerika (lebih2 Eropa) kaum Kreasionis terkucil SERATUS
PERSEN dari dunia science & technology. Karya2 kaum Kreasionis
TIDAK PERNAH BARANG SATUPUN bisa masuk/dimuat dalam PEER-REVIEWED
journals, hal mana mendorong mereka akhirnya membuat badan publikasi
sendiri, bahkan membangun universitasnya sendiri. Sesungguhnya
semua ini adalah sah menurut hukum, dan tidak akan menimbulkan
persoalan, sekiranya kaum Kreasionis TIDAK MEMBUAT CLAIM, BAHWA
TEORI KREASIONISME ADALAH SCIENCE yang berbeda dan berlawananan
dengan teori evolusi, padahal teori evolusi ini telah terbukti
diakui oleh SELURUH displin ilmu pengetahuan, dari fisika melalui
geologi dan arkeologi sampai dengan biologi, sedangkan teori
Kreasionisme SAMA SEKALI tidak memenuhi kriteria sebagai science,
malahan juga bertentangan dengan SETIAP DISIPLIN science. Gara2
klaim palsu itu maka Kreasionisme dinilai sebagai PSEUDOSCIENCE, dan
para Kreasionis seperti Dr. Gisch, Dr. Morris dan Dr. Yohanes Surya
serta merta mendapatkan stempelnya sebagai PSEUDOSCIENTIST. Karena
Kreasionisme itu terbukti bertentangan dengan hukum2 alam, dan
dengan demikian bertentangan dengan SETIAP DISPLIN science &
technology, maka adalah SANGAT DIRAGUKAN bahwa seorang Kreasionis
yang kebetulan memiliki gelar sebagai scientist benar2 MENGERTI dan
MEMAHAMI science yang konon dipelajarinya. Kemungkinan besar dia
TIDAK MENGERTI atau SALAH MENGERTI, hal mana telah membuat karya2nya
tidak pernah bisa lolos PEER-REVIEW hingga bisa dimuat dimajalah2
ilmiah. Apakah Dr. Yohanes Suirya mengerti atau tidak ilmu yang
dipelajarinya, ini akan terbukti dalam PERDEBATAN TERBUKA. Oleh
karena itu, jika Dr. Yohannes Surya membantah JUDGMENT demikian, ia
harus bersedia membuktikannya melalui perdebatan TERBUKA.
### PSEUDOSCIENCE adalah: suatu disiplin yang pura2 (*pretends*
[7a,b]) menggunakan metoda2 SCIENCE, tetapi TIDAK TERMASUK SCIENCE,
sebab baik LANDASAN maupun HASIL PRODUKnya TIDAK bisa di-observasi
secara empiris (baca uraian diatas, sehubungan dengan ref.[1,2]).
Oleh karena itu pseudoscience tidak mungkin bisa menjadi landasan
buat TEKNOLOGI dan ENGINEERING, jadi juga tidak mungkin bisa
menghasilkan apa2 yang berguna secara OBJEKTIF buat umat manusia,
sebab syarat mutlaknya adalah: Subject matternya, yaitu landasan
maupun hasil produknya, secara objektif harus REAL, yaitu bisa
dipersepsi oleh PANCAINDERA. Paling banter, Kreasionisme cuma bisa
membikin claim bahwa ajarannya MEMUASKAN para pengikutnya, seperti
juga halnya dengan ajaran agama dan meditasi transendental.
Pemuasan pribadi demikian itu se-mata2 SUBJEKTIF, sebab hanya para
pengikutnya saja yang puas, tetapi orang lain samasekali tidak bisa
ikut merasakannya, bahkan seringkali ANNOYED, seperti khalayak ramai
dibilin muak oleh aktivitas para Kreasionis di Amerika yang
melanggar domain science dengan memaksakan ajarannya diajarkan
disekolah2 menengah, bahkan menuntut agar supaya teori evolusi
dilarang secara hukum. Yang terakhir ini jelas MERUGIKAN
masyarakat, sebab akibatnya anak2 sekolah dididik untuk KELIRU
MENGERTI SCIENCE. Secara ekstrimnya, kepuasan yang sepihak
(subjektif) seperti ini tidak berbeda dari ideologi agama2
fundamentalis, yang jelas2 merugikan SEMUA PIHAK, dan cuma membikin
puas para pengikutnya sendiri, itupun hanya secara subjektif
(misalnya, dalam kenyataan mereka masih tetap hidup miskin). Jadi
kesimpulannya, Kreasionisme dan PSEUDOSCIENCE, jika ditelusuri dan
didalami sampai ke-akar2nya, ternyata termasuk SATU GOLONGAN dengan
para TERORIS, yang memuaskan diri sendiri dengan cara merugikan
(bahkan membunuh) orang lain!
### Bahwa Kreasionisme itu adalah PSEUDOSCIENCE jelas bisa
diturunkan dari definisi diatas, juga bisa diungkapkan dalam bentuk
Question-Answer ala Taman-Kanak-Kanak:
QUESTION: Apa itu, yang tampaknya seperti science, kedengarannya
seperti science, lagaknya kayak science, dan juga mengaku diri-
sendiri (membual) sebagai science, tetapi BUKAN SCIENCE ???
ANSWER: PSEUDOSCIENCE !
Soal bahwa Pseudoscientist berlagak se-olah2 mengerti dan mengatas-
namakan SCIENCE, bisa disimpulkan dari kata LSPI sebagai *Lembaga
SCIENCE Penciptaan.* Judgment yang sama juga baru2 ini diumumkan
secara resmi oleh Vatican melalui Chief Astronomernya, Rev. George
Coyne : "Intelligent design isn't science even though it PRETENDS to
be." (Ref.[7a,b]). Istilah *berlagak* atau *pretend* ini dalam
bahasa Indonesia kasar sama artinya dengan LATAH BERCELOTEH atau
MENGOCEH, cuma me-niru2 doang seperti monyet.
### Maka dari itu, jika Dr. Yohanes Surya tidak ingin ikut mendapat
stempel PSEUDOSCIENTIST, ia WAJIB menyatakan diri LEPAS dari kaitan
apapun dengan kedua orang tsb. (Dr. Gisch dan Dr. Morris), jadi ia
juga wajib menyatakan diri secara resmi lepas dari LSPI dan
organisasi2 kreasionis lainnya, termasuk kaitan keuangan.
Tentang 4(b) NANOTEKNOLOGI
### Emangnya siapa yang bilang nanoteknologi itu pseudoscience?
Yang sungguh aneh adalah bahwa dalam tulisan saya jelas saya
sebutkan bahwa saya pribadi memiliki latar belakang yang CUKUP KUAT
dalam bidang Nanoteknologi, hingga salah-sangka Dr. Yohannes Surya
kiranya sudah menjurus kearah ke-FITNAH (putting your words in my
mouth). Sekalipun Nonoteknologi per definisi BUKAN science,
melainkan Teknologi, (atau Engineering), tetapi landasannya 100%
science. Secara singkat definisi nanoteknologi adalah ** the
purposeful engineering of matter at scale of less than 100
nanometers to achieve size-dependent properties and functions.**
Aplikasinya sangat luas dan beraneka ragam, mulai dari kedokteran
(medicine), biologi, sampai kepada semiconductor device &
manufacturing (nanomedicine, termasuk aplikasi dari
buckminsterfullerene, irreducibly complex molecular machines,
molecular computers, quantum dots, nano-chips, atomic force
microscopy, dsbnya).
### Saya cuplik dari ref.[8]
<http://www2.mdanderson.org/depts/oncolog/pdfs-issues/03/oncolog7-8-
03.pdf> :
*** Dr. Michael G. Rosenblum, a professor in the Department of
Bioimmunotherapy, holds a model of a buckminsterfullerene molecule,
or buckyball. Dr. Rosenblum and his colleagues are studying the use
of buckyballs, nanoparticles composed of 60 carbon atoms in the
shape of a soccer ball, to deliver chemotherapeutic drugs to cancer
cells.
*** Dr. Rosenblum is studying another type of chemotherapeutic drug
delivery system by applying nanotechnology's most famous discovery,
buckminsterfullerene, or the buckyball. A nanoparticle composed of
60 carbon atoms in the shape of a soccer ball, the buckyball earned
its discoverers, Sir Harold W. Kroto, Ph.D., of the University of
Sussex, UK, and Robert F. Curl, Jr., Ph.D., and Richard E. Smalley,
Ph.D., both of Rice University, the 1996 Nobel Prize in Chemistry.
### Kebetulan sekali saya sendiri punya beberapa karya dalam
aplikasi maupun teori dari buckminsterfullerene, hingga saya berhak
membuat claim bahwa saya mengerti apa itu Nanoteknologi (jika ada
yang meragukannya, mari kita berdiskusi secara terbuka). Dari sini
saya BERHAK menilai bahwa Nanoteknologi-nya Mochtar Riady (Sains &
Teknologi di Indonesia bagian ke-I [9a]) dan Roy Sembel (Sains &
Teknologi di Indonesia bagian ke-II [9b]) adalah se-mata2
PSEUDOSCIENCE yang LATAH dan MEMBUAL setinggi langit.
### Mem-bawa2 nama Feynman yang kontribusinya hanya TEORETIS belaka
(bukannya Feynman, melainkan penemuan carbon-60 yang telah
mencetuskan Nanoteknologi secara praktis) adalah TIPIKAL bagi para
PSEUDOSCIENTIST untuk menggertak lawan dan/atau membela diri dalam
debat, sebab mereka sendiri tidak punya karya maupun kredibilitas
ilmiah dalam bidang nanoteknologi itu sendiri, jadi cuma mau menang
debat-kusir belaka. Jelas bahwa gertak-sambal macam demikian itu
tidak mempan terhadap saya. Notabene, saat ini salah satu lawan
debat saya yang *dead-serious* yg langsung menyangkut science vs
pseudoscience antara lain adalah grup dari seorang Profesor dari
Oxford University, i.e., institusi yang sama seperti CF Lee & NF
Johnson dengan Quantum Game Theorynya. Akan tetapi, berbeda halnya
dengan Dr. Yohannes Surya yang (saya duga) tidak punya karya satupun
dalam peer-reviewed journal (jadi artinya masih termasuk ingusan),
interaksi saya dengan grup si Profesor Oxford itu justru seputar
keilmiahan publikasi2 dari grup tersebut yang SUDAH DIMUAT dalam
peer-reviewed journals (tepatnya, apakah teori dan hasil2 eksperimen
mereka bisa diterima oleh, dan dilaksanakan dalam, dunia IPTEK)
dimana saya mendapat wewenang RESMI untuk MENGHAKIMI atas nama
pemerintah Amerika (sudah tentu mereka saya beri hak demokratis
untuk membantah). Dalam perbandingan, jelas interaksi saya disini
dengan Dr. Yohannes Surya dan LSPI-nya bisa digolongkan sebagai
*peanuts* belaka.
### Kata2 Dr. Yohanes Surya, «Yang menuduh ini adalah orang yang
nggak ngerti apa-apa tentang nanoteknologi» jelas adalah PRASANGKA
(prejudice) yang keluar dari seorang yang NON-SCIENTIST, melainkan
kemungkinan besar seorang PSEUDOSCIENTIST, sebab hanya seorang
PSEUOSCIENTIST yang berani berprasangka dan menuduh demikian, tanpa
mengetahui lebih dulu hal ihwal maupun kesanggupan dari orang yang
dituduhnya. Umumnya seorang scientist selalu akan sangat hati2,
atau malah ber-asumsi, bahwa jika orang berani melancarkan kritik,
sudah barang tentu ia mengerti betul apa yang dikritiknya. Hanya
orang yang sendirinya tidak tahu apa2 sajalah yang akan buru2
menuduh bahwa sebuah kritik datangnya dari orang *yang nggak ngerti
apa-apa tentang* apa yang dikritiknya (tentu oleh sebab ia takut
rahasianya terbongkar). Darimana Dr. Yohanes Surya bolehnya
menilai/mengetahui bahwa saya «nggak ngerti apa-apa tentang
nanoteknologi » ?? Apa itu bukan prasangka namanya ? Padahal
kenyataannya BELUM TENTU Dr. Yohannes Surya lebih tahu tentang hal-
hal itu daripada saya. Bahkan saya yakin bahwa saya mengetahui
LEBIH BANYAK tentang Nanoteklnologi daripada orang yang menuduh itu
sendiri. Jika Dr. Yohanes Surya membantah, mari kita buktikan saja
dengan perdebatan terbuka, yang sebaiknya segara saya mulai saja
dibawah ini :
### Kita mulai saja perdebatan ttg nanoteknologi ini dengan
pertanyaan buat Dr. Yohannes Surya yang mengaku mengerti
Nanoteknologi, persisnya dalam hubungan aplikasi dibidang Medicine
untuk Therapi, seperti yang diakuinya sendiri. Salah satu Teknologi
yang canggih dalam aplikasi Terapi kedokteran adalah memasukkan zat2
yang berfungsi terapeutik kedalam rongga yang terbentuk oleh
makromolekul C-60 (ref.[8]).
*** Pertanyaan no.1 : Bagaimana caranya memproduksi makromolekul
Carbon-60 ? Seperti apa bentuknya dan bagaimana cara memisahkannya?
Harap uraikan sedikit detail tentang teknologinya, mekanismenya,
parameter2 yang digunakan dalam proses, dsbnya.
*** Pertanyaan no.2 : bagaimana caranya memasukkan atom atau molekul
yang diinginkan kedalam rongga C-60 ? Jelaskan secara detail
bagaimana caranya, juga bagaimana caranya mengetahui/menguji, apakah
benar2 atom yg diinginkan itu sudah berada didalamnya ?
*** Sebagai permulaan dua pertanyaan ini saja dulu. Jika ternyata
tidak sanggup dijawab, maka benarlah dugaan saya, bahwa ocehan Dr.
Yohanes Surya tentang Nanoteknologi adalah se-mata2 PSEUDOSCIENCE
yang LATAH.
*** Disini saya sekali lagi ingin berkomentar atas artikel Roy
Sembel (notabene mengaku rekan Dr. Yohanes Surya) yang telah saya
singgung dalam tulisan saya yg lalu (ref.[9b]) : Roy Sembel
mengimpi bahwa Indonesia bisa/boleh diharapkan MEMIMPIN DUNIA dalam
Nanoteknologi !! Wah, apa ini namanya, jika bukannya tekebur dan
membual setinggi langit ? Mengerti saja tidak, kok malah belum2
sudah berani mengimpi mau memimpin dunia segala ? Yang benar,
paling banter Indonesia bisa ikut menjadi KONSUMEN dari
Nanoteknologi, seperti halnya Indonesia menjadi kosumen dari
teknologi komunikasi satelit, sebagai bagian dari globalisasi
ekonomi dunia.
(c) Ekonofisika juga bukan pseudoscience. Pendiri ekonofisika
adalah Eugene Stanley seorang yang sangat terkenal sekali dalambidang Fisika
statistik. Banyak ide-ide dalam ekonofisika tidak dimengerti oleh
orang banyak karena mereka tidak mau memahaminya. Malah menuduh yangtidak-tidak. Padahal sekarang ini interdispliner sangat penting
dalam memecahkan berbagai masalah. Peraih Nobel ekonomi 2005menggunakan
games theory yang sekarang sedang dikembangkan oleh ekonofisika
menjadi QUANTUM GAMES THEORY.Komentar Indoshepherd:
### Ekonofisikanya HE Stanley meskipun bukan science tetapi juga
bukan pseudoscience dan masih bisa berguna (sekalipun tidak objektif
dan sangat memihak), sebab kesanggupan HE Stanley telah terbukti
dengan karya2 dalam peer-reviewed journals. Tetapi kalau
Ekonofisikanya Dr. Yohanes Surya masih harus sangat diragukan,
apakah bukannya pseudoscience, sebab tidak terbukti karyanya pernah
bisa masuk peer-reviewed journal. Sekian dulu tentang Ekonofisika,
yang nanti disambung lagi sehubungan dengan Game Theory.
### Dr. Yohanes Surya menyebut2 QUANTUM GAMES THEORY. Mari kita
analisa kata2nya bahwa "games theory sekarang sedang dikembangkan
oleh ekonofisika menjadi quantum games theory". Tidak usah jauh2
tentang "ekonofisika"nya yang kemungkinan besar hanya pseudoscience
belaka, tetapi mari kita diskusi tentang landasan yang di-claim
olehnya, yaitu Quantum Theory. Untuk tujuan itu, akan saya analisa
cuplikan dari website yang digagaskan olehnya sendiri:
### Kutipan dari ref. [10]
<http://physicsweb.org/articles/world/15/10/7>
*** So do games have anything deeper to say about physics, or vice
versa? Maybe. Most surprisingly, the connection might arise at the
most fundamental level of all: quantum physics. Let's start with
some circumstantial evidence. As well as being the father of game
theory, von Neumann also made seminal contributions to the fields of
quantum mechanics and computation. Furthermore, an experiment in
physics can arguably be viewed as a "game" against nature in which
the observer tries to maximize the informational output while nature
evolves relentlessly toward increased disorder (entropy). In short,
the common link with physics is information: games, quantum
mechanics, computation and, ultimately, physics are all concerned
with information. So what would happen if we combined quantum
mechanics with games?
Komentar Indoshepherd:
### Hakekat Pseudosciencenya sudah kentara dari penggunaan kata2
yang tidak ilmiah: "Maybe", yang bisa berarti me-reka2 sesuatu yang
tidak ada, jadi jelas BUKAN fakta, "circumstantial evidence" juga
BUKAN fakta, pun bukan evidence, bahkan dalam perkara2 pengadilan
saja sulit diakui keabsahannya. Science yang benar2 selalu bicara
dengan kepastian yang meyakinkan, tidak dengan nada yang samar2
(vague) seperti gayanya ilmu mistik dan klenik. Itu jelas bahasanya
pseudoscience yang tidak yakin akan kemampuan maupun kebenaran
dirinya sendiri. Hubungannya dengan "quantum physics/mechanics"
sangat tipis (circumstantial). Sedangkan gagasan bahwa
**eksperimen2 fisika bisa dipandang sebagai "game" (permainan)
melawan alam (nature), dimana sang pengamat (observer) berusaha
membuat maksimum pengeluaran (output) informasi, sedangkan alam
selalu berupaya kearah ketidak-teraturan (disorder), yang
dihubungkannya dengan entropy** adalah ucapan yang sangat spekulatif
dan terutama sekali menyeleweng dari akal sehat maupun realitas,
serta jelas2 bertentangan dengan definisi science menurut National
Academy of Sciences, yaitu Science adalah "A SEARCH FOR NATURAL
EXPLANATIONS OF OBSERVABLE PHENOMENA." (ref.[1,2]). Me-REDUKSI
materi menjadi sekumpulan informasi adalah bertentangan secara
langsung dengan definisi Science ini. Baik INFORMASI, GAME maupun
EKONOMI adalah konsep2 yang abstrak yang bukan termasuk EMPIRICALLY
OBERVABLE PHENOMENA, sebab tidak bisa ditanggapi oleh pancaindera
(observasi empiris), jadi per definsi BUKAN SCIENCE.
### Khusus mengenai Quantum Game Theory: Dari membaca artikel ref.
[10] diatas, jelas bahwa yang digunakan dalam Quantum Game Theory
adalah sekedar operasi2 matematis yang elementer, yang KEBETULAN
juga digunakan dalam QM, seperti misalnya Prinsip Complementary
dalam fenomena Quantum Entanglement, atau metoda matematis
menyatakan suatu besaran observable, misalnya spin, dalam komponen2
yang ortogonal (seperti dalam permainan KOIN antara Piccard dan Q),
yang notabene tidak punya analogi maupun aplikasi pada sebuah KOIN.
Semua ini adalah konsep2 atau prinsip2 matematika yang memang
digunakan sebagi TOOL dalam QM, tetapi BUKAN QM, sebab tidak ada
sangkut-pautnya dengan landasan empiris dari QM., yaitu dualisme
partikel-gelombang. Jadi yang digabungkan oleh CF Lee & NF Johnson
itu BUKAN Game Theory dengan QM, melainkan semata2 Game Theory
dengan beberapa konsep matematika yg kebetulan juga dipakai dalam QM
(tetapi bukan QM, juga bukan science, sebab tidak ada kaitannya
dengan realitas). Disini letak INTI perbedaannya: Menggunakan satu-
dua teknik/metoda dari QM TIDAK otomatis membuat Quantum Game Theory
menjadi bagian dari QM dan atau bagian dari SCIENCE, sebab yang
digunakan disitu adalah prinsip2 abstrak matematis yang SAMASEKALI
TERLEPAS dari QM, melainkan adalah merupakan kategori2 akal (human
mind categories) menurut filsafat Kant (baca juga filsafat
matematika dari Bertrand Russell). Hakekat QM sebagai science
terutama dimanifestasikan dalam DUALISME PARTIKEL-GELOMBANG (wave-
particle duality), sebab persisnya disitu itulah hubungan langsung
antara QM dengan REALITAS, yang definisinya adalah OBSERVASI
EMPIRIS: baik gelombang maupun partikel kedua2nya hasil observasi
empriris, sedangkan QM adalah HUKUM ALAM yang menguasai besaran2
observasi empriris diatas (definisi science: A search for natural
explanation (=hukum alam) of OBERVABLE phenomena (ref.[1,2]). Jelas
Quantum Game Theory tidak ada sangkut-pautnya barang sedikitpun
dengan dualisme partikel-gelombang. Dengan demikian Quantum Game
Theory jelas bukan QM, dan juga BUKAN SCIENCE. Maka konsekwensinya:
mereka yang menekuni Quantum Game Theory TIDAK PERLU dan juga BELUM
TENTU mengerti QM.
### Jika Dr. Yohanes Surya mengaku mengerti QM, mari kita berdebat
dimilis terbuka. Jika terbukti nanti dia tidak mengerti QM, maka
aktivitasnya dalam Quantum Game Theory adalah aktivitas LATAH dari
seorang Pseudoscientist, yaitu ingin tampak dan kedengaran seperti
scientist, berlagak seperti scientist, dan mengaku dirinya
scientist, tetapi sebenarnya BUKAN scientist, melainkan
PSEUDOSCIENTIST.
### Satu2nya yang bisa memaafkan para penulisnya, CF Lee dan NF
Johnson, adalah tambahan kata *arguably* yang artinya *bisa
diperdebatkan*' Tetapi jika betul2 diperdebatkan, kedua autor
tersebut pasti kalah habis2an, alias hipotesa mereka itu amburadul.
Sekalipun memang benar bahwa INFORMASI adalah SALAH SATU dari sekian
banyak ATRIBUT sebuah benda atau hasil eksperimen, adalah se-mata2
FANTASI seorang fiskawan teoritis yang KEBLINGER dan SESAT untuk
menyatakan bahwa realitas yang berupa hasil2 eksperimen itu
HAKEKATnya hanya berupa INFORMASI. Atribut memang bisa menjadi
bagian dari hakekat, tetapi hakekat tidak sama dengan atribut. Ini
adalah prinsip logika yang paling elementer: Kuda (=materi) adalah
binatang (=konsep abstrak), tetapi binatang BUKAN kuda. Tetapi
kesalahan yang paling FATAL adalah: Benda/partikel itu merupakan
observable phenomena, tetapi Informasi (=konsep abstarak) itu BUKAN
observable fenomena, jadi tidak boleh se-kali2 *informasi* itu
disamakan dengan *benda*-nya (partikelnya). Informasi memang betul
adalah bagian (atribut) dari benda, tetapi sebuah benda BUKAN bagian
dari atributnya !! Dari HALF-TRUTHs yang demikian itu juga lahirnya
gagasan fantastis science fiction tentang TELEPORTASI, dibawah
asumsi amburadul bahwa materi itu hekekatnya tidak lain adalah
sekumpulan informasi ala CF Lee + NF Johnson. *Teknik teleportasi*
yang pseudoscientific ini adalah sbb.: Sebuah kumpulan informasi
yang lengkap (yaitu quantum states) bisa diteleportasi dengan
seketika (instantaneous) ketempat lain [sic!] (antara lain dengan
menggunakan fenomena Quantum Entaglement), dimana kemudian informasi
yg lengkap itu bisa ditransformasi kembali menjadi matreri (sic!
Buat kedua kalinya!).
### Dalam pandangan seorang fiskawan yang banar2 mengerti QE,
pikiran yang menyamakan materi dengan INFORMASI seperti diatas jelas
MENGINGKARI KENYATAAN bahwa MATERINYA sama sekali tidak berkisar,
ataupun ditransport, ataupun berpindah tempat. Secara ironis, bisa
dipandang sebagai HALUSINASI bikinan diri sendiri, jadi tidak salah
jika dinilai PANDIR dan/atau TIDAK WARAS. Justru karena materinya
sejak dari mula sudah HARUS ada DUA, dan masing2 masih tetap pada
tempatnya atau lintasannya masing2, maka perkataan "teleportasi" itu
per definisi sajapun sudah salah kaprah. Jika yang menggagaskan
demikian itu adalah seorang penulis SCIENCE FICTION, hal itu bisa
dimengerti dan juga dimaafkan. Akan tetapi, bila yang mengatakan
itu mengaku ilmuwan, maka dia telah menelanjangi dirinya sendiri
sebagai seorang PSEUDOSCIENTIST. Seperti telah dikatakan diatas,
satu2nya yang bisa menyelamatkan CF Lee dan NF Johnson dari tuduhan
pseudoscientist adalah tambahan kata *arguably*. Tetapi jika
diperdebatkan mereka berdua sudah pasti akan GUGUR dengan
sendirinya. Pada umumnya para pseudoscientist INGUSAN, seperti
misalnya para Kreasionis, tidak sedemikian hati2 dalam meng-
camouflage-kan dan/atau menyelundupkan ide2 amburadulnya, hingga
dengan mudah akan terbuka kedoknya dalam diskusi yang ILMIAH. Jika
Dr. Yohannes Surya tidak setuju penilaian ini, mari kita berdebat
secara terbuka. Keterbukaan ini penting sekali, sebab sebagai
seorang yang (ingin) menduduki posisi tokoh dalam MASYARAKAT (public
figure) yang sekaligus mendiskreditkan science, Dr. Yohanes Surya
sudah sepatutnya harus berani dan bersedia membuktikan
kredibilitasnya didepan MASYARAKAT pula.
### Notabene, saling hubungan antara *informasi hasil eksperimen
yang maksimal dengan entropy yang tidak-teratur* adalah sengaja di-
bikin2 atau dipaksakan, dan terutama sekali, tidak logis melainkan
ASOSIATIF. Jadi jelas BUKAN analisa yang ilmiah (scientific), sebab
seluruh mahligai science itu BUKAN asosiatif, melainkan logis
(matematis). Kelogisan ini adalah suatu KEHARUSAN yang tidak
bisa/boleh ditawar, sebab hanya logika (matematika) yang sanggup
menghasilkan rumusan2 dan ramalan2 yang kuantitatif, seperti yang
dituntut dalam ilmu fisika. Suatu *ilmu* yang didasarkan atas
hubungan2 asosiatif tidak-bisa-lain kecuali IMPOTEN, seperti
contohnya ilmu mistik atau kepercayaan2 lainnya, juga tidak akan
sanggup menghasilkan sesuatu yang bisa diobservasi secara empiris
(jangan kata lagi meramalkan secara kuantitatif). Saling hubungan
ASOSIATIF seperti diatas menghasilkan suatu ILMU yang SAMAR2, VAGUE,
seperti juga ilmu ghaib, mistik dan ilmu klenik.
### Hubungannya dengan Ekonofisika: Dalam "Nash equilibrium" versi
Lee & Johnson (fig.2) digunakan logika dan metoda seperti yang
dipakai dalam fisika (tapi BUKAN fisika per se) untuk problim
ekonomi yg berasal dari John Nash. Metoda logika ini adalah bagian
dari kategori akal manusia (Kant) yang TELAH digunakan dalam fisika
sebagai ilmu yang paling advanced, tetapi BUKAN merupakan bagian
dari fisika sendiri. Mekanisme interaksi dalam ekonomi adalah
kompleks, bahkan (jauh) lebih kompleks dari jenis2 interaksi dalam
ilmu fisika. Bedanya, dalam fisika atom, kondisi dan hukum2
interaksinya sudah diketahui dengan jelas. Dalam ekonomi biasanya
tidak. Ada banyak (sekali) faktor dan mekanisme interaksi yang
tidak diketahui, atau cuma samar2 diketahui, alias di-reka2 dibawah
macam2 asumsi, a.l. faktor manusia dengan free-willnya, dengan
emosinya yang tidak menuruti bahkan seringkali menentang kaidah2
logika maupun objektivitas, kesediaannya untuk berkoopersi ketimbang
bersaing, serta kegemarannya buat berspekulasi demi memenangkan
persaingan (yang hasilnya bisa positif buat pribadi, tapi secara
objektif bagi rata2 semua orang tidak akan berbeda dari apa yang
diramalkan/dihitung berdasarkan teori kemungkinan (probability
theory)). Disini kita tidak bisa/boleh menyimpulkan bahwa Lee &
Johnson telah memperluas strategi Nash (bukan fisikawan, tetapi
matematikawan) dengan menggabungkan fisika atom dengan ilmu
ekonominya Nash. Paling banter kita bisa bilang, berkat skill yang
dimilikinya dalam ilmu fisika, Lee & Nelson mengetahui beberapa
teknik dalam fisika yang kemudian digunakannya dalam problem
Prisoner's Dilemmanya si Nash, dimana factor kooperasi memegang
peranan penting. Jadi, untuk berhasil menggunakan metoda2 ilmu
fisika dalam ilmu ekonomi, jenis2 interaksi dalam ekonomi HARUS di-
idealisasi seperti dalam fisika atom--, dengan konsekwensi bahwa
hasilnya tidak 100 persen bisa dipertanggung-jawabkan seperti hasil2
kalkulasi dalam ilmu fisika. Dengan perkataan lain, hasil2 teorinya
Nash, dan dengan demikian juga Ekonofisika secara umum, (jauh) lebih
tidak pasti daripada hasil2 ilmu fisika. Kecuali itu, disini
digunakan apa yang dinamakan Fuzzy Logic, yang pada hakekatnya tidak
lain dan tidak bukan adalah metoda logika yang konvensionil (lengkap
dengan hukum2 ilmu fisika) tetapi DITAMBAH dengan KEPENTINGAN
PRIBADI. Jika interest pribadinya lain, hasilnya tentu akan lain
pula. Jadi jelas tidak memiliki objektivitas yang universal seperti
science, hingga tidak bisa dimasukkan dalam golongan science,
sekalipun bisa berguna untuk pihak2 tertentu.
### Artikel dalam PhysicsWeb diatas [10] ditulis oleh Chiu Fan Lee
dan Neil F Johnson dua2nya dari Physics Department and Centre for
Quantum Computation, Clarendon Laboratory, Oxford University, Parks
Road, Oxford OX1 3PU, UK. Ditinjau dari karya2 ilmiah mereka
berdua, yang mudah dicari dengan "Google scholar"
http://scholar.google.com/, tampaknya kedua fisikawan itu cukup
punya SEKEDAR kredibilitas dalam dalam QM. Namun dari kualitas
tulisan mereka yang masih me-raba2 (mau membantah dan coba2 bikin
sensasi, tetapi tidak berani), bisa saya jajaki posisi keduanya di
Oxford/Clarendon Lab itu kira2 taraf post-doc, atau paling banter
Assistant Professor, jadi artinya BELUM BISA DIANGGAP PAKAR.
Dipihak lain, Complexity Theory dari M. Gell-Mann (Santa Fe
Institute) saat ini masih dalam taraf permulaan (infantile). Dalam
sejarah, Isaac Newton pun pernah membuat pseudoscience, yaitu
Alkimia. Jadi samasekali tidak berarti bahwa seorang Murray Gell-
Mann tidak mungkin membuat pseudo-science. Salah satu perbedaan
science dengan pseudoscience adalah berhasil atau tidaknya suatu
metoda yang digunakan untuk mengembangkan ilmu yang dirintisnya
sebagai jalan menuju hasil2 yang nyata dan berguna, yaitu tepatnya
menjadi landasan dari TEKNOLOGI. Persisnya, jika yang merinitis itu
benar2 terbukti memiliki kemampuan dalam science, seperti Murray Gel-
Mann (pemenang hadiah Nobel) maka kita masih boleh PERCAYA
(sekalipun belum terbukti berhasil), bahwa boleh jadi aktivitasnya
BUKAN pseudoscience. Kepastiannya baru nanti, jika sudah
menghasilkan produk yang nyata dan berguna. "Nyata" disini artinya
bisa dipersepsi oleh pancaindera (bisa di-observasi secara empiris),
sebab memang science HARUS melulu berurusan dengan hal2 yang bisa
diobservasi secara empiris, sebagai syarat yang OBJEKTIF agar bisa
berguna bagi manusia. Mekanika klasiknya Newton menghasilkan produk
yang nyata dan berguna, jadi tergolong science. Tetapi Alkimianya
Newton tidak menghasilkan apa2 yang berguna, jadi mesti dinilai
sebagai pseudosciecnce, tidak perduli bahwa yang bikin adalah sang
genius Newton. Contoh kebalikannya misalnya adalah "transcendental
meditation", yang bisa menghasilkan sesuatu yang "berguna", yaitu
kebahagian/kepuasan pribadi. Tetapi kebahagiaan demikian itu
sifatnya 100% subjektif, tidak berguna buat orang lain. Jadi,
meditasi transcendental bukan saja pseudoscience, tetapi juga bukan
science, sebab tidak memenuhi definisi seperti yg saya uraikan
diatas.
### Jelaslah sekarang, bahwa jika yang menggagaskan atau
menjalankan riset itu orang2 yang masih INGUSAN, baru lulus dari
universitas, sekalipun memiliki gelar Doktor (yang dewasa ini sudah
INFLASI dan kurang sekali harganya, sebab tidak pernah melakukan
riset secara mandiri (independent) tanpa bimbingan profesornya).
Kualifikasi ilmiah baru terjamin jika orang sudah BER-KALI2
mempublikasi karyanya dalam majalah2 yang PEER-REVIEWED (seperti
halnya dengan HE Stanley dan CF Lee & NF Johnson), dan lebih
meyakinkan lagi jika namanya muncul sebagai SOLE AUTHOR. Silahkan
kunjungi website [4], yang menjelaskan betapa pentingnya memiliki
karya2 yang PEER-REVIEWED bagi seorang scientist untuk membuktikan
kredibilitasnya, seperti yg saya uraikan diatas tadi.
### Dalam hubungan Quantum Game Theory, Ekonofisika, Teori
Kompleksitas, Chaos Theory, dlsbnya, maka jelaslah sudah, bahwa jika
orang yang menjalankan aktivitas tersebut tidak punya pengetahuan
maupun skill dalam landasan ilmu fisikanya (yang bisa
diketahui/dijajaki dari karya2 yg dimuat dalam peer-reviewed
journals), maka boleh dipastikan dia itu cuma membuat pseudoscience,
atau kasarnya LATAH, me-niru2 pekerjaan para ilmuwan yang sejati.
Dari uraian diatas kiranya penilaian (judgment) saya atas Dr.
Yohannes Surya sudah amat jelas dengan sendirinya: Saya bersedia
menerima dan mengkoreksi dugaan-sementara saya, dan MENGAKUI bahwa
Dr. Yohannes Surya BUKAN PSEUDOSCIENTIST dalam bidang Quantum Game
Theory, jika dan hanya jika ia sanggup membuktikan karyanya tentang
Quantum Mechanics yang dimuat dalam salah satu PEER-REVIEWED
journal. BUKTI ITU SAYA TUNGGU. Bukti seperti ini sangat penting
sekali, sebab Indonesia terkucil dari dunia science internasional,
hingga amat mudah buat para pesudoscientists menipu masyarakat
dengan membuat claim2 yang tidak selayaknya, walaupun ia tidak
bakalan bisa menunjukkan hasil apapun yang berguna buat sesama
manusia (ingat kasus BJ Habibie). Jika karya ilmiahnya tidak
terbukti, maka dugaan keras sementara ini bahwa Dr. Yohannes Surya
adalah seorang pseudoscientist itu akhirnya menjadi suatu JUDGMENT
yang benar2 terbukti. Jalan lain untuk membuktikan dirinya adalah
dengan perdebatan terbuka diberbagai milis, seperti yang telah saya
usulkan diatas.
### Sekiranya ada orang yang menuntut saya membuktikan hal yang
sama, hal itu tidak mungkin tanpa membuka identitas saya yang
sebenarnya. Sekalipun ada beberapa orang dimilis2 diskusi bebas
yang mengetahui identitas saya (saya harap mereka tidak buka
rahasia), saya tidak ingin membukanya disini, terutama sekali oleh
sebab posisi saya yang publik-sensitif di Amerika sekarang ini.
Kecuali itu, bukan maksud saya untuk menjadi orang yang terkenal di
Indonesia, melainkan tujuan saya adalah membangkitkan semangat akan
science dan menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan yang ber-
larut2 dalam kancah persaingan iptek dunia, juga sejalan dengan
aktivitas profesional saya di Amerika dewasa ini. Oleh karena itu,
seperti yang biasa saya lakukan dalam diskusi dimilis2 bebas, saya
akan menggantikannya dengan membuktikan kemampuan saya dalam ilmu
fisika, dalam hal ini mekanika kuantum, maupun dalam disiplin2
lainnya. Jelasnya, saya bersedia di-uji oleh siapa saja (termasuk
para atasan Dr.Yohanes Surya ataupun bekas Profesornya), tetapi
sebaliknya juga saya akan menguji Dr. Yohanes Surya dalam dasar2
dari ilmu Quantum Game Theory, yaitu tepatnya Quantum Theory, maupun
dalam displin2 ilmu fisika lainnya yang relevan. Adalah omong-
kosong untuk bicara tentang, atau bahkan sesumbar, mau mengembangkan
Quantum Game Theory tanpa mengerti dasar2nya. Diskusi bebas yang
saya maksud ini berlaku juga untuk dasar2 ilmu fisika yang digunakan
oelhnya dalam Ekono-Fisikanya.
### Diskusi atau perdebatan antara dua orang dimana yang satu tetap
ANONYM seperti yang saya usulkan ini SANGAT LAZIM dalam dunia
ilmiah, yaitu dalam proses REVIEW suatu karya buat dimuat dalam
majalah profesional. Konformasinya sudah termasuk dalam ref.[5,6],
dan lebih lanjut lagi diperkuat untuk SEMUA bidang ilmu (bukan hanya
science) dalam referensi2 [11a-e]). Saya cuplik disini dari
referensi [11e] Physical Review Letters -
<http://forms.aps.org/historic/6.1.96ppl.html>
*** . the anonymous review process will usually end with the
reports received following the authors' first resubmittal of the
manuscript.
*** The author of the Letter IS NOT TREATED ANONYMOUSLY.
### Penjelasan: Dalam hal ini Dr. Yohanes Surya adalah pihak yang
mencari/menduduki posisi sebagai tokoh masyarakat (public figure),
jadi memang sudah selayaknya, atau bahkan sudah SEHARUSNYA , tidak
anonym. Sedangkan saya disini bertindak setara dengan reviewer,
jadi secara legitim (sah) berhak tetap dalam kondisi anonym.
(d) Sebenarnya sudah banyak ide-ide Fisika digunakan dalam analisa
masalah ekonomi ataupun sosial seperti gerak brown, criticalphenomena (self > organizing criticality), > spin glasses, heat
transfer equation dsb. Sayang sekali orang yang menuduh tidak coba
belajar dulu hal-hal ini.
Komentar Indoshepherd:
### Kata2 "orang yang menuduh tidak coba belajar dulu hal-hal ini"
adalah kata2 yang penuh PRASANGKA (prejudice), dan dengan demikian
tidak mungkin keluar dari otaknya seseorang yang benar2 berkualitas
ilmuwan, sebab BELUM2 dia sudah BERPRASANGKA bahwa saya yang
melancarkan kritik "tidak coba belajar dulu hal-hal ini". Padahal
kenyataannya belum tentu Dr. Yohannes Surya lebih tahu tentang hal-
hal itu daripada saya. Mari kita buktikan saja dengan perdebatan
terbuka. Segala perdebatan yang saya tawarkan disini harus
dilakukan dalam forum diskusi yang terbuka, sebab (a) saya tidak
ingin mem-buang2 waktu berdiskusi dengan orang yang tidak punya
kualifikasi, dan (b) tidak sesuai dengan tujuan saya untuk membuka
mata orang Indonesia demi memacu dan meluruskan perkembangan ilmu
pengetahaun.
Menunggu balasan dari Dr. Yohannes Surya.
Salam,
Indoshepherd
REFERENSI:
[1] Evolution Debate in Kansas Spurs Battle Over School Materials
Teaching of Theory's Doubts Spurs National Academy of Sciences,
Teachers Association to Bar Use of Curriculum Guidelines
By Rick Weiss - Washington Post Staff Writer
Friday, October 28, 2005; Page A02
In an escalation of the nation's culture war over the teaching of
evolution, the NATIONAL ACADEMY OF SCIENCES [2] and the National
Science Teachers Association announced yesterday that they will not
allow Kansas to use key science education materials developed by the
two organizations. The refusal came after the groups reviewed the
latest draft of the Kansas State Department of Education's new
science education standards and concluded that they overemphasize
uncertainties about the theory of evolution and fail to make it
clear that SUPERNATURAL PHENOMENA HAVE NO PLACE IN SCIENCE.
***** Tentang NATIONAL ACADEMY OF SCIENCES bisa dibaca di:
http://www.nasonline.org/site/PageServer?pagename=ABOUT_main_page
*** The National Academy of Sciences (NAS) is an honorific society
of distinguished scholars engaged in scientific and engineering
research, dedicated to the furtherance of science and technology and
to their use for the general welfare.
*** Election to membership in the National Academy of Sciences is
considered one of the highest honors that can be accorded a U.S.
scientist or engineer. Academy membership recognizes those who have
made distinguished and continuing achievements in original research.
*** The National Academies perform an unparalleled public service by
bringing together committees of experts in all areas of scientific
and technological endeavor. These experts serve pro bono to address
critical national issues and give advice to the federal government
and the public.
[2] NOAA's (National Oceanic and Atmospheric Administration)
definition:
<http://www8.nos.noaa.gov/coris_glossary/index.aspx?letter=s>
"Science - a method of learning about the physical universe by
applying the principles of the scientific method, which includes
making EMPIRICAL OBSERVATIONS, proposing hypotheses to explain those
OBSERVATIONS, and testing those hypotheses in valid and reliable
ways; also refers to the organized body of knowledge that results
from scientific study".
[3a] Menurut definisi yang resmi dari NAS ini juga maka Computer
Science itu BUKAN Science, hal mana bahkan diakui oleh para pakarnya
sendiri, seperti bisa dibaca diwebsite berikut:
<http://www.geocities.com/tablizer/science.htm> dimana seorang ahli
computer sendiri mengatakan/mengakui bahwa **Computer Science** is
Not Science and **Software Engineering** is Not Engineering!
3b] Satu lagi website lain:
<http://jamesthornton.com/wp/display/350/351.wimpy> James Thornton -
Internet Business Consultant <hornton cs.baylor.edu>: **Computer
Science is NOT Science**. Computer science is not a science; its
significance has little to do with computers.
[4] Peer review in context(1) Karl Svozil (TU Wien) (URL: <
http://tph.tuwien.ac.at/~svozil/>)
<http://www.inst.at/trans/15Nr/03_2/svozil15.htm>
1. Peer Review
To a non-involved observer, peer review can be explained as a kind
procedural pattern or ritual, in which a decision over the
publication of scientific reports (and/or over the funding of some
research project) is reached. The process begins when an unsolicited
article is submitted by an author about some research results. The
article is sent from the editor to unpaid reviewers, called peers.
These reviewers provide reports and recommendations which are sent
back to the editor. The editor makes the reports ANONYMOUS and sends
them to the authors. The article is revised by the author and re-
submitted. This procedure can repeat itself. Finally, the editor
decides whether or not the article is worth publishing or is
rejected. Rejections rates vary strongly, depending on the field
covered, from 10 % to 95 %. And despite the critical evaluation of
the situation, most participants attempt to do a decent job under
the given circumstances.
1.1 Why peer review?
Peer review has at least three main goals: (i) quality certification
of scientific publications, (ii) career planning of the new
scientific generation by comprehensible, "objective,'' quantitative
criteria, as well as (iii) the evaluation of research projects
requesting funding .
The importance of peer review for scientific careers is enormous: a
publication which does not appear in a journal whose contributions
are subjected to peer review, is usually considered "WORTH NOTHING''
in terms of career planning; and without peer review there is no
certified progress in science; at least this is what is emphasized
over and over again. Therefore, it is mandatory for novices as well
as for established researchers requesting positions, status,
influence and resources, to expose themselves to this evaluation
process. And although most authors express their frustration with
this kind of censorship behind closed doors, public criticism is
considered inappropriate, unless one is willing to bear the
consequences, such as being denoted a "whiner.''
Peer review is seen primarily as assistance to the author for
improving articles. It avoids the publication of uninteresting,
plagiarised, faulty, erroneous and fake results. Each reader should
form his or her own judgement about whether or not these advantages,
should they be achieved, counterbalance the disadvantages of
scientific censorship. These issues deserve public concern. After
all, no small amount of tax money and the pursuit of scientific
progress are at stake.
[5] "What is a Peer Reviewed Journal?" <http://valinor.ca/peer-
review.html>:
***Whether it appears in print, a combination of print and
electronic forms, or only in electronic form, a peer reviewed
journal is one in which each feature article has been examined by
people with credentials in the article's field of study before it is
published. Collections of papers from conferences may be considered
peer reviewed as well, if the original presentations were "invited"
or examined by experts before being accepted. Papers which appear in
sources like these are considered to be as reliable as humanly
possible. In "double blind" peer review, neither the author nor the
reviewers know each others' identities. Not all peer review is
double blind.***
[6] Williams Library - Evaluating Information Resources
<http://www.northern.edu/library/help/evaluating.htm>
Many scholarly journals require a peer review process before
articles can be published. In peer reviewed journals (sometimes
called refereed journals), an author's work is reviewed by two or
more individuals who are experts in the subject matter addressed in
the article. After their review, the reviewers (or referees) may
return the article to its author with suggestions for improvement or
modification. Each reviewer makes a recommendation whether to reject
or accept the article, and sometimes the acceptance is subject to
conditions of edit. Reviewers typically remain anonymous and are
carefully chosen to have no relationship to the article's author to
limit bias in the review process. The peer review process can take a
long time to complete, sometimes delaying publication of an article
for one year or more from the date of its original submission.
[7a] <http://www.usatoday.com/tech/science/2005-11-18-
vaticanastronomer_x.htm>
Vatican: ID isn't science - USA Today - Posted 11/18/2005
[7b] <http://www.msnbc.msn.com/id/10101394/from/RSS/>
Vatican astronomer joins evolution debate: "Intelligent design isn't
science, `though it pretends to be,' he says"
[8] <http://www2.mdanderson.org/depts/oncolog/pdfs-
issues/03/oncolog7-8-03.pdf> :
Researchers Explore Possible Applications of Nanotechnology in
Cancer Treatment (by Ann Sutton)
*** Dr. Michael G. Rosenblum, a professor in the Department of
Bioimmunotherapy, holds a model of a buckminsterfullerene molecule,
or buckyball. Dr. Rosenblum and his colleagues are studying the use
of buckyballs, nanoparticles composed of 60 carbon atoms in the
shape of a soccer ball, to deliver chemotherapeutic drugs to cancer
cells.
*** Dr. Rosenblum is studying another type of chemotherapeutic drug
delivery system by applying nanotechnology's most famous discovery,
buckminsterfullerene, or the buckyball. A nanoparticle composed of
60 carbon atoms in the shape of a soccer ball, the buckyball earned
its discoverers, Sir Harold W. Kroto, Ph.D., of the University of
Sussex, UK, and Robert F. Curl, Jr., Ph.D., and Richard E. Smalley,
Ph.D., both of Rice University, the 1996 Nobel Prize in Chemistry.
[9a] Sains & Teknologi di Indonesia bagian ke-I
<http://groups.yahoo.com/group/evolusi/message/3924>
Misalnya, **computer science** itu BUKAN science, sebab computer itu
bikinan manusia, hingga segala hal-ihwalnya utak-utek
berada dalam ciptaan manusia itu sendiri. Hal ini bisa dibaca antara
lain di
<http://www.geocities.com/tablizer/science.htm> dimana seorang ahli
computer sendiri mengatakan/mengakui bahwa **Computer Science** is
Not Science and **Software Engineering** is Not Engineering!
*** Satu lagi website lain:
http://jamesthornton.com/wp/display/350/351.wimpy> James Thornton -
Internet Business Consultant <hornton cs.baylor.edu>: **Computer
Science is NOT Science**. Computer science is not a science; its
significance has little to do with computers.
[9b] Sains & Teknologi di Indonesia bagian ke-II
<http://groups.yahoo.com/group/evolusi/message/3925>
Komentar atas artikel tentang Nanotechnology oleh Roy Sembel dikoran
warta-ekonomi, bisa diakses di:
http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=3405&cid=9
[10] CF Lee & NF Johnson, *Let the quantum games begin*, PhysicsWeb,
October 2002
<http://physicsweb.org/articles/world/15/10/7>
[11a] <http://en.wikipedia.org/wiki/Peer_review>
[11b]< http://www.answers.com/topic/peer-review>
*** Traditionally reviewers would remain anonymous to the authors,
but this is slowly changing. In some academic fields most journals
now offer the reviewer the option of remaining anonymous or not;
papers sometimes contain, in the acknowledgments section, thanks to
(anonymous or named) referees who helped improve the paper.
[11c] <http://www.jcal.emory.edu/policies.php> Journal of Cognitive
Learning "Peer Review Process"
--Identity of the reviewers will remain anonymous and will not be
disclosed to the author.
[11d] <http://www.ijpa.org/info.htm> The International Journal of
Psychoanalysis - Preparation and submission of manuscripts. Papers
(of no more than 8,000 words) in any of the main European languages
will be considered for publication but should be prepared in the
appropriate fashion and submitted for anonymous peer review to the
appropriate Editor, as laid out in the Notes for Contributors.
[11e] Physical Review Letters - Policies and Procedures (July 1996)
<http://forms.aps.org/historic/6.1.96ppl.html>
*** In an effort to minimize the time between initial submittal of a
manuscript and final disposition, the anonymous review process will
usually end with the reports received following the authors' first
resubmittal of the manuscript.
*** The author of the Letter is not asked to review the Comment as
an anonymous referee. The editors will consult an independent,
anonymous referee if they deem it useful in determining the
suitability for publication of the Comment (and Reply, if any). In
any transmission, the Reply or the reaction of THE AUTHOR IS NOT
TREATED ANONYMOUSLY
------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/cRr2eB/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~->
***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:
1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi
4. Satu email perhari: ppiindia-digest-***@public.gmane.org
5. No-email/web only: ppiindia-nomail-***@public.gmane.org
6. kembali menerima email: ppiindia-normal-***@public.gmane.org